Kamis, 17 Maret 2011

Terima kasih, kawan...

Di bawah gerimis, di selatan Jakarta, di sebuah warung bakso.
“nangis aja kalau pengen nangis, jangan lo tahan, gue tau lo mungkin ga mau cerita tapi bukan berarti lo ga boleh nangis ”
Runtuhlah pertahanan saya, meskipun tak berurai air mata, setitik air mata itu akhirnya meluncur dari sudut mata saya.  
“gue tau lo cuma pengen dimengerti, bukan dinasehatin, apalagi dihakimi, ga ada yang salah dengan menangis”
Tapi saya tak lagi bisa menangis. Dan itu menyesakkan dada.
Saya tak bisa mengurai masalah yang saya hadapi, setiap saya mencoba menulis, tak sampai setengah saya tak sanggup lagi “bercerita”, ketika saya berusaha bercerita, hanya akan ada cibiran, tertawa, bahkan akan dihakimi.
Lalu.. saya harus bagaimana?
Menghabiskan waktu dengan berjalan tak tentu arah, diam di bawah guyuran hujan, duduk di bawah shower sampai menggigil?
Mungkin hanya itu yang bisa saya lakukan.
 “ ketika lo cuma diketawain karena masalah yang lo hadapi, ketika lo dihakimi, jangan dengar mereka, karena mereka ga tau yang lo rasain, mereka cuma tau lo dari luarnya, mereka memposisikan mereka ketika menghadapi masalah itu, bukan memposisikan lo ketika menghadapi masalah itu”
*untuk seorang kawan, terimakasih
GS LT4, 17 MAret 2011
12:32:43

Kamis, 10 Maret 2011

It’s Called Illness

Saya mendengar istilah ini baru kemarin dari seorang teman. Apa sih illness itu? Masih kata teman saya, illness itu semacam penyakit yang lebih banyak karena dipengaruhi faktor emosi. Sampai saat saya mencoba menulis ini saya belum sempat browsing apa itu illness sebenarnya. Masih sekedar informasi selewat.
Teman saya bercerita berdasarkan pengalaman. Biasanya penderita maag yang banyak menderita illness. Saya mencoba bercerita tentang pengalaman saya. Jadi, beberapa tahun lalu, pertama kalinya saya mengalami ini, sering pingsan, sering sakit. Ketika sakit siklusnya adalah perut perih, kemudian ulu hati sakit, dada terasa sesak, kemudia muntah, bisa jadi setelah itu lemas, kepala terasa sakit dan susah bernafas. Itu akan muncul ketika rasa kecewa atau sedih yang terasa amat sangat.
Beberapa hari ini, saya seperti itu, tak separah dulu. Tak ada lagi acara pingsan-pingsan. Jangan deh. Ketakutan jika sendiri, ketika gejala mulai muncul akan memperparah kondisi. Makanya ketika sakit saya sering telpon teman, atau minta ditemani. Meskipun keliahatannya saya dalam kondisi tidak apa-apa.
Teman saya bilang, lebih baik menangis dan berani bercerita agar beban terkurangi. Itu yang saya alami pula, kadang saya merasa I’m Ok, tapi jauh di dalam sana sebenarnya saya sakit, sampai pada suatu titik, jika rasa kecewa itu tak tertahan akan pingsan.
Pengalaman beberapa tahun lalu mengajari saya, jangan sampai pingsan ya.. soalnya kalau sadar bisa tiba-tiba langsung nangis dan lebih susah terkendali. Obat dokter tidak banyak berpengaruh kata temen saya, lebih baik ke dokter yang sekaligus terapis atau psikiater. Karena sakit itu muncul sebenarnya berawal dari psikis yang akhirnya berdampak ke fisik.
Contoh ringannya adalah ketika kita deg-deg kan mau ujian tiba-tiba pengen buang air kecil. Mungkin seperti illness.
Berdasarkan pengalaman, kalau periksa ke dokter bisa macem-macem diagnosanya, bahkan ada yang menyatakan bahwa sebenarnya tidak apa-apa alias sehat wal’afiat. Menurut saya sih, ya iyalah yang sakit bukan fisiknya.
Saya sih tidak menyarankan, tapi pengalaman saya belajar untuk berkompromi dengan perasaan, jujur saya lebih sering lari dari masalah, karena jujur nih, kadang-kadang saya merasa, saya ga pa pa kok, tapi sebenarnya bukan ga pa pa, tapi saya menutup untuk tidak memikirkan (bukan saran yang baik karena suatu ketika lebih berat dampaknya lebih berat lagi). Bukan saya tidak mau menghadapi, tetapi saya ingin pelan-pelan, karena ketika dipaksa itu jauh lebih buruk.
Tidur seharusnya akan membuat tenang, namun tidak jarang, seperti yang saya alami beberapa hari ini, saya tidur, kemudian terbangun hampir setiap jam,ketakutan, kemudian terasa sulit bernafas. Makan, dipaksa makan, nanti akan muntah, kemudian perut perih, kanan dan kiri, naik ke ulu hati, dst. Biasanya saya akan mencari kawan, entah via telepon atau pun memanggil teman, jika sendiri, ketakutan akan muncul dan akan semakin parah. Pokoknya kalau saya, jangan sampai pingsan, jangan pingsan. J
Saya tidak tahu obatnya apa, karena teman saya pun bilang, masih sama, seperti itu entah bisa hilang atau tidak *sama-sama tidak tahu dan tidak berpengalaman, kecuali merasakan “derita “ itu.
Oh ya, positive thinking, kata teman saya termasuk salah satu usaha untuk sedikit mengobati. Intinya “penyakit” alias illness ini akan muncul ketika kita kecewa, marah, sedih, atau emosi yang meluap-luap, ketakutan jika sendiri, apalagi ya? paranoid juga.
Sekedar sharing, semoga bermanfaat
GS LT4, 10 Maret 2011
12:00:35

it's called illness

Rabu, 09 Maret 2011

Cinta Rasa Nano-Nano

Manis, asam,asin rame rasanya!!!
Itulah kisah cinta yang saya alami dengan Uno. Ada rasa manis, ada rasa asam, ada rasa asin, seperti rasa permen Nano-nano. Saya sih  berharapnya berending sama dengan ketika menikmati permen Nano-nano, segar. *Ihh gimana ceritanya habis makan permen segar?
Saya telah melewati banyak waktu dengan Uno, dan semua terekam jelas di setiap tulisan-tulisan yang saya posting di note facebook maupun di blog tercinta ini. Setiap apa yang saya rasakan selalu terekam. Bahkan ketika serasa membawa rombongan barongsai dan drumband setiap ingin ketemu dia pun saya tulis.
Dan, ini mungkin bagian asam yang baru rasakan. Saya ingat, saya pernah menulis, saya sedang patah hati, ya siapa lagi kalau tidak dengan Uno. Kedekatan kami, kebersamaan kami, meskipun tidak pernah dan tidak ada ikatan pasti, tapi kita tahu diantara kami memilki perasaan yang sama, tapi kita terlalu naïf,dan menebalkan stempel Yup..We Just a Friend.
Berkali-kali Uno ingin menjauh dari saya, dia bilang saya terlalu baik, lebih baik sakit sekarang daripada nanti, dia bilang saya akan jauh lebih baik tanpa dia, namun akhirnya kami kembali dekat. Karena yang saya tahu dari dia, bahwa dia “tak ada yang memiliki” namun belum bisa membuka hati.
Dia memiliki perasaan yang sama dengan saya, namun ingin semua mengalir begitu saja. Entahlah… mungkin hampir setiap orang akan meniai saya sebagai perempuan bodoh yang mau digantung. Lalu saya? Saya tak pernah merasa begitu, cinta sudah buta? Mungkin.
Satu yang pasti, dia laki-laki pertama yang saya cintai dengan serius, inilah pertama kalinya saya merasa ini jatuh cinta, telat sekali memang. Tak apalah, saya harus berani mencintai. Setelah tak hanya sekali saya terikat atas nama pacaran dengan laki-laki yang tak pernah saya cintai sepenuh hati, saya merasa inilah saat yang tepat untuk membuka hati saya. Dan lelaki itu adalah Uno.
Sekitar seminggu yang lalu, saya untuk pertama kalinya menghabiskan waktu dengan Uno, meskipun telah berulang kita saling mengungkapkan bahwa kita sama-sama takut kehilangan satu dengan yang lainnya. Tapi saat itulah, betapa saya merasa bahwa dia membutuhkan saya, dan begitupun dengan saya.
Saat itulah saya mendengar langsung, melihat langsung wajahnya, dia mengatakan  takut kehilangan saya, mengapa berkali-kali dia ingin menjauh, betapa itu cuma di bibir saja. Karena pada kenyataannya kita ini menjadi dekat lagi.
Namun, ternyata rasa itu, cukup berumur tepat seminggu, dia mengaku punya pacar. Saya mendengar langsung dari mulutnya, tumpah air mata tak terkira. Dia mengaku salah, dia tidak ingin kehilangan saya ataupun perempuan itu. Perempuan itu baik yang membuat dia tak mungkin meninggalkan untuk  saya. Namun, entah hanya penghibur atau apa yang saya ingat dia mengatakan “Kenapa sih Fin, lo baru datang  ke kehidupan gue sekarang? Kalau dibilang baik, lo lebih baik, kalo dibilang pengertian, lo lebih pengertian ke gue, tapi gue juga ga bisa bilang kalo gue juga ga sayang sama cewek gue, kalau engga,udah gue tinggalin dia dari dulu-dulu, masalahnya lagi dia pasti bilang terserah lo aja kalo lo lebih seneng,gue ga pa pa diputusin, gue yang salah fin, gue egois, gue ga mau kehilangan lo tapi gue ga mungkin ninggalin dia” . Kalimat itu meluncur deras dari mulutnya sama derasnya dengar air mata saya.
Yang pertama terlintas dipikiran saya, Ya Allah, inilah pertama kalinya saya jatuh cinta, dan ini pula pertama kalinya saya patah hati, dan saya merasa jadi selingkuhan,jadi orang ketiga di antara mereka.
Uno sempat bertanya “Kaya’ gini ni selingkuh ga sih, kan kita ga jadian?”, dan saya menjawab “Kata aku sih iya, emang kita ga jadian, tapi kita tahu, kita punya perasaan yang sama, dan dalam kondisi kamu-nya punya pacar
Uno membebaskan saya, ingin menjauhi dia pun tak apa, tapi dia tidak akan menjauh asal saya bisa membuka hati untuk laki-laki lain. Lalu bagaimana dengan saya? Entahlah sampai saat saya menulis ini saya tidak ingin menjauh, tidak ada yang salah, Uno pun tak salah, hanya kondisinya yang salah.
Saya tahu dan yakin, bahwa setiap manusia diciptakan berpasang-pasangan. Kalau jodoh pun tak akan lari kemana.
Saya tidak tahu,pikiran jahat apa ini, ketakutan saya adalah bagaimana jika Uno akhirnya menikah dengan orang lain, karena yang terpikir “ terserah lo deh sekarang mau pacaran sama siapa? Tapi kalo nikah? Sama gue yaa”
KPS No.8, Selasa, 08 Maret 2011
13:22:14
 

Ndoroayu's Zone Template by Ipietoon Cute Blog Design