Senin, 24 Maret 2014

Lelah

Ya Allah seandainya yang ku tulis ini salah, ampuni aku, ampuni hambaMu yang penuh khilaf. Ijinkan aku berkeluh kesah di sini.

Aku tahu semua ini milikNya. Bahkan raga ini pun adalah titipanNya, kapanpun Dia mau ambil, kita tak bisa menahannya walaupun cuma sedetik.

Aku tahu ya Allah bahwa Engkau tak kan menguji hambaMu di luar batas kemampuan umatMu.

Ya Allah, ini adalah fase hidup tersulit yang aku lalui. Fase yang tak pernah sedikit pun terbayangkan, tapi ini adalah kenyataan yang harus aku lalui.

Kehilangan Aisha, kehilangan bidadari kecil, yang tak sempat ku dengar tangisannya, tak sempat ku peluk, dan ku gendong, yang membuatku rasanya hampir gila setiap saat merindukannya.

Tanpa bermaksud menduakanMu, rasanya ingin ada yang menggegam erat tangan ini, membantu melewati fase tersulit ini.

Tapi kenapa ya Allah?

Betapa mudahnya kalimat-kalimat itu meluncur dari mulut-mulut mereka. Mereka yang tak paham, tak pernah mengerti yang aku rasakan.

Membandingkan dengan yang pernah dialami, mengatakan ikhlas, sabar, memaksa terus move on. Kenapa mereka sibuk mengaturku seolah aku ini sama dengan mereka? Sibuk menekanku, sibuk menghakimiku, sibuk memaksaku mengikuti ritme hidup mereka. Aku tahu batas kemampuanku sampai mana, apa saat terjatuh jika aku memaksakan diri mereka peduli? Aku rasa tidak.

Apa aku perlu katakan pada mereka ya Allah, mungkin aku bukan orang paling menderita di dunia ini karena ini, tapi apa mereka harus memaksaku seperti ini? Apa perlu mereka mengalami hal yang sama dengan yang ku alami agar mereka diam?

Ya Allah, dimana orang-orang yang dulu menawarkan bahunya, menawarkan genggaman erat tangannya, mungkin mereka lelah, mereka tak sabar denganku.

Dan aku pun mulai lelah, lelah untuk percaya mulut-mulut manis itu. Memang aku salah ya Allah, mengandalkan manusia untuk membantuku bangkit.

Aku tahu aku harus bangkit, hidup harus terus berjalan. Tapi jangan paksa aku!! Jangan paksa aku berlari saat aku baru bisa tertatih, toh kalian pun diam saja saat aku terjatuh.

Biarlah Engkau saja ya Allah yang menggenggam erat tanganku, memeluk erat tubuhku. Aku tak percaya lagi selain Engkau.

Ya Allah, aku tak bisa lagi menggambarkan rasa kecewa, marah,dan sakit hatiku kepada mereka.

Rasanya ini seperti makin meruntuhkanku di saat  aku kehilangan bidadari penyemangat hidupku ya Allah.

Ya Allah, sampaikan rinduku pada bidadari kecilku...
Tunggu Ibu sayang... kelak... kelak saat tiba waktunya kita pasti bersama.. tunggu ibu sayang... I love you, sayang... I love you my Kabica... Ibu selalu merindukanmu... selalu menyayangimu...tunggu ibu  ya...

Jasmine House, Senin 24 Maret 2014
08:15

Selasa, 18 Maret 2014

Surat untuk Bidadari #10

Assalamu'alaykum bidadari ibu,

Dalam surat kali ini banyak permohonan maaf dari ibu dan ayah untukmu, sayang.

Maafkan keterbatasan pengetahuan ibu dan ayah soal aqiqah, maafkan ibu yang baru mengetahui hukum aqiqah untuk bayi yang meninggal. Meskipun Alhamdulillah, Sabtu kemarin sudah diadakan di rumah eyang, tetap besar rasa bersalah ibu kepadamu, karena baru mengetahuinya lebih dari dua bulan sejak kepergianmu.

Aisha bidadari ibu,
Beribu maaf untukmu atas setiap tetesan air mata, maafkan ibu sayang, maafkan...
Bukan berarti ibu tak ikhlas atas kehendakNya, bukan ibu tak ikhlas atas kepergianmu, meskipun ibu yakin kakak sekarang pasti sudah bahagia di surga, merindukanmu adalah hal yang paling berat yang ibi rasakan, sayang. Maafkan ibu...

Kabica sayang,
Berulang kali ibu katakan, kehilanganmu adalah hal terberat yang ibu alami. Terkadang ibu masih lupa, bahwa semua sudah ketentuanNya. Kadang ibu masih sibuk mencari tahu penyebab  kepergianmu, bahkan sering ibu menyalahkan waktu, andai saja ini, andai saja itu. Ibu tahu sayang, kakak pasti sedih kalau melihat ibu seperti itu. Ibu terus berusaha sayang, berusaha benar-benar ikhlas tanpa air mata meskpun rasanya menyesakkan saat merindukanmu  tanpa bisa bertemu, merindukanmu tanpa bisa memeluk, mencium, membelai, atau bahkan sekedar melihatmu.

Kakak Bica,
Entah itu hanya sebatas khayalan atau nyata, kadang ibu merasa kakak menemani ibu, ibu merasa kakak engga pengen lihat ibu terus menangis. Sekali lagi sayang, maafkan ibu, maafkan ibu yang masih meneteskan air mata setiap mengingatmu, merindukanmu. Sungguh ibu ikhlas sayang, ibu ikhlas... tapi mengingatmu, merindukanmu tanpa air  mata itu butuh proses. Ibu yakin kakak ngerti, sama yakinnya kakak sekarang udah bahagia di surga. Doakan ibu dan ayah ya, sayang. In Shaa Allah kelak kita sama-sama lagi.

I love you, sayang
I miss you, bidadari ibu

Jasmine House, Selasa 18 Maret 2014
16:45

 

Ndoroayu's Zone Template by Ipietoon Cute Blog Design