Minggu, 30 November 2014

Surat untuk Bidadari #19

Assalamu'alaykum kakak...

Ibu ada di Kuningan nih, ikut ayah famgath... jadi inget kelakuan konyol ibu dulu sayang, yang tak menyadari kehadiranmu di awal-awal dan malah minum tolak angin. Maafkan ibu ya sayang...

Beberapa hari terakhir ibu sering bertanya, seperti apa wajahmu sekarang, apalagi saat melihat teman-teman sebayamu yang berseliweran di media sosial. :')

Apapun itu, ini adalah yang terbaik dari Allah ya sayang. Ibu selalu berdoa kakak selalu bahagia di surgaNya dan kelak kita bersama lagi.

Love and miss you, Aisha

Kuningan, 30 November 2014
06:06

Kamis, 20 November 2014

My 2nd Pregnant [2]

Hari ini Kamis tanggal 20 November 2014 menurut hitungan, adik bayi dalam kandungan tepat berusia 16 minggu atau 4 bulan. Menurut agama Islam, saat inilah Allah telah meniupkan rohnya, mencatat segala sesuatu tentang adik, mulai dari kelahirannya, umurnya, jodohnya, rejekinya, dan semua yang berkaitan dengan adik.

Di hari terakhir kontrol yaitu tanggal 8 November kemarin, saat adik berusia kurang lebih 14 minggu, Alhamdulillah semua sehat, hasil USG meskipun belum terlihat jelas, dokter menunjukkan 2 tangan, 2 kaki dan masing-masing jari-jari tangan dan kakinya. Rasa haru saat pertama kali mendengar detak jantung adik bayi.

Tiada yang lebih seorang ibu harapkan, selain adik bisa lahir dengan selamat, sehat, normal, tidak ada kekurangan suatu apapun baik lahir maupun batin dan ibu bisa memberi ASI ekslusif tanpa sufor dan memberi makanan homemade serta ayah dan ibu mampu mendidikmu menjadi anak yang soleh/solihah yang akan memperjuangkan Islam dimanapun berada.

Jika sikap ibu tak seantusias saat kehadiran kakak dulu, semata-mata karena ibu menjaga perasaan ibu, sayang. Ibu tak ingin berlebihan, berusaha terus sadar bahwa pemilik sejatinya adalah Allah. Seandainya ibu tak membeli satu barangpun untuk kamu sayang dan memilih memakai barang-barang yang pernah ibu beli untuk kakak dulu, semata-mata karena pertama semua barang itu biar tak mubadzir, kakak di surga pasti senang apa yang dulu menjadi miliknya kelak in shaaAllah berguna untukmu. Pada intinya bukan kami tak seantusias berarti tak sayang adik, juga bukan berarti kami tak sayang kakak lagi karena barang-barangnya dipakai. Bukan, karena ibu tak ingin terlaklu disibukkan hal itu, ibu hanya ingin berdoa, berdoa, dan terus berdoa, agar ayah dan ibu juga diberi kesempatan untuk merawat dan mendidikmu hingga dewasa. Tak ingin terjebak euforia.

Kakak dan adik sama-sama permata hati ayah dan ibu, kami mencintai kalian karena Allah, tak ada yang lebih tak ada yang kurang, kami ingin kehadiran kalian menjadikan ayah dan ibu semakin mencintai Allah.

Kakak di surga in shaa Allah juga mendoakan adik. Sehat selalu ya sayang.

Rainbow house, Kamis 20 November 2014
01:04

Jumat, 14 November 2014

Kenapa saya jadi IRT?

Meskipun sudah pernah beberapa kali saya menulis alasan kenapa saya resign, rasanya ternyata masih ada yang terlupa.

Menjadi anak tunggal, bayangan bagi hampir setiap orang tentu menyenangkan. Untuk saya? Tak selamanya. Kenapa?

Kedua orang tua saya bekerja, dari kecil saya ingat betapa saya selalu nangis kalau mau ditinggal kerja, ada rasa yang tak tahu bagaimana menyebutnya saat saya dititipkan dari sama Mbah, bude satu ke bude yang lain, kakak sepupu yang satu ke sepupu yang lain.

Rasa engga mau tidur siang karena takut pas bangun ibu udah berangkat kerja, atau kalau saya tidur di rumah bude, kaki dan tangan saya akan penuh coretan dari kakak sepupu saya yang mencoret-coret kaki dan tangan saya dengan sengaja waktu saya tidur.

Rasa ini tiba-tiba keluar lagi, ingatan-ingatan masa kecil saya, kenapa saya menjadi pemarah. Kenapa untuk makan bersama itu rasanya sulit? Kenapa pekerjaan dan perasaan engga enak ke orang lain itu jauh lebih besar dari rasa ingin menemani saya makan?

Selalu saya bilang, saya tak ingin anak-anak  saya merasakan yang saya rasakan. Saya ingin selalu untuk mereka, setidaknya mengutamakan mereka. Saya tak ingin anak-anak saya bingung lari kemana saat mereka sedih saat mereka butuh dekapan.

Rasa sedih, rasa terabaikan ternyata masih tersimpan dengan rapi di ingatan saya, kenangan-kenangan yang ingin saya lupa.

Saya ingin sembuh, saya ingin bahagia dengan kenangan yang indah.

Saya ingin menjadi ibu yang setidaknya selalu ada di samping anak-anak saat mereka membutuhkan, saat mereka butuh pelukan. Yang tak kan menduakan mereka dengan pekerjaan.

Rainbow house, Jum'at 14 November 2014
13:29

Sabtu, 08 November 2014

(Menjadi) Ibu Hebat

Saya pernah membaca sebuah tulisan, apa sebenarnya tolok ukur keberhasilan sebagai orang tua? Jawabannya ternyata bukan melihat anaknya sukses menjadi "orang" tetapi kesuksesan sebagai orang tua dapat dilihat dari bagaimana ketaatan anak terhadap Allah.

Lalu bagaimana mendidik amanah-amanah Allah ini agar taat? Cukupkah dengan "ceramah" kita yang menjejali dengan tuntutan "ayoo solat dek", "ayo ngaji dek". Membawa guru ngaji ke rumah, memasukan ke pesantren, atau yang lebih lembut, saat masih kecil jangan dibangunkan waktu shubuh alasannya kasian masih kecil. Tentu lebih efektif jika sedari dini anak-anak kita melihat langsung contoh yang ada, siapa lagi kalau bukan ayah ibunya? Kita sibuk menyuruh anak ke masjid, sementara kita dengar suara adzan jangan-jangan masih leyeh-leyeh di depan tv.

Saya pernah melihat sebuah tayangan di televisi, seorang artis bilang "saya ini bisa dibilang dari keluarga yang religius, tapi dari keluarga yang religius pun saya pernah jadi orang br*ngs*k", begitupun saya baca sebuah cerita beliau dari keluarga yang bisa dibilang kental dengan nilai-nilai agama, bahkan beliau sendiri sudah dipakaikan kerudung sejak usia 3 bulan, tapi beliau bilang benar-benar merasakan nikmatnya berkerudung itu saat SMA.

Cerita-cerita seperti ini kadang membuat saya khawatir, ya Allah sanggupkah hamba kelak menjaga titipanMu dengan amanah? Contoh yang baik, lingkungan yang mendukung saja belum tentu bisa membawa sang anak dekat dengan penciptanya. Karena memang kembali lagi, Dia lah sang pemilik hati, yang mampu membolak balikkan hati semudah membalikkan telapak tangan.

Banyak belajar itu yang sedang saya lakukan sekarang, sebelum benar-benar menghadapi titipan Allah. Belajar dari teman yang sudah "praktek" lansung. Salah satunya Mbak Farda.

Mbak Farda adalah teman saya di odoj. Beliau baru dikaruniai seorang putri, mungkin  kira-kira sekitar 1 bulan usianya. Apa yang membuat saya kagum dan ingin belajar dengan beliau. Dari masa kehamilan sampai melahirkan beliau masih konsisten ngodoj. Yang membuat saya kagum, bahkan beliau kalau tidak salah hanya ijin 3 hari pasca melahirkan, setelah itu tetap baca terjemahan di masa nifasnya. Padahal menjadi ibu baru tentu tak mudah. Baby Blue Syndrome, adaptasi dengan status baru. Tapi Mashaa Allah bahkan laporan pun tak pernah telat.  Saya tanya tipsnya kendalanya. Rasanya... yang ada dalam hati saya cuma bilang " Ya Allah semoga kelak saya pun bisa seperti Mbak Farda". Mbak Farda yang ga bisa lepas dari Anina, anaknya, yang ibarat 5 menit ditinggal udah oek oek. Bahkan sampai ke kamr mandi pun sambil gendong Anina.

Ada lagi, Mbak Fatmah namanya, teman odoj juga. Seorang ibu yang kala itu beranak 3 (sekarang 4), tanpa ART, balitanya masih 3 tahun, kakaknya yang 2 masih SD dua-duanya. Apa yang membuat saya kagum? Setiap hari selalu kholas sebelum Shubuh. Beliau pun hari tertentu masih mengajar.

Ya Allah melihat teman-teman ini rasanya membuat saya betapa PR saya masih banyak sekali yang harus saya siapkan. Semoga Allah memudahkan saya. Aamiin

Jadi catatan saya, Mbak Farda bilang,

"Jangan sampai nikmat dari Allah justru membuatmu lalai pada Allah"

Ketika saya tanya kenapa Mbak Farda masih bisa tilawah padahal baru ada Anina, hati saya tertohok oleh jawaban Mbak Farda. Jadi engga ada alasan saya untuk jadi engga tilawah atau baca terjemahan, lanjut beliau. Saat berjuang itu sulit tapi yang lebih sulit menjaga keistiqomahan kita.

:')

Terima kasih ya Allah, menghadirkan orang-orang di sekeliling saya untuk menjadi guru untuk saya.

Rainbow House, Sabtu 8 November 2014
04:45

Senin, 03 November 2014

Ujian Kesabaran

Seperti yang sudah-sudah jam segini sering melek, apalagi  suami sedang dinas, hubungannya apa? Salah satu agar bisa bobo cantik itu hati tenang, hati tenang kalau udah cerita apa aja ke suami. Cerita sih di whatsapp tapi beda aja rasanya kalau engga cerita lansung.

Jadi apa yang mengganjal hati saya? Lagi-lagi mungkin karena dalam fase perasaan yang sensitif, ada omongan ya anggaplah teman saya yang kok engga enak. Semakin hari semakin ke sini pemikirannya berbeda dengan saya, wajarlah, yang engga wajar kalau mulai mengganggu, saya takut kebawa. Makanya memang akhir-akhir ini buat saya lebih baik menghindari pembicaraan yang sepertinya berujung perdebatan. Kalau dulu saya tipenya tetap kekeuh, engga tau ya akhir-akhir ini setiap menghadapi orang yang beda pemikiran, ngeyel, apalagi pakai nylekit saya pilih diam, tinggalkan saja perdebatannya.

Ini namanya ujian, ujian kesabaran, ujian mengontrol diri. Kalau kata Mommy nya Kiko, kenapa dibikin serius, maunya teh engga mau dipikirin. Tapi ya gimana, namanya kepikiran, apalagi lagi home alone gini, engga ada yang diajak ngobrol.

Bismillah...semoga bisa melewati ujian kesabaran ini. :)

Rainbow House, Senin 3 November 2014
00:43

Sabtu, 01 November 2014

Rasa Sakit Hati

Sakit hati itu karena apa?
Karena rasa kecewa yang teramat dalam

Kenapa bisa kecewa?
Karena kita menaruk harapan pada yang mengecewakan.

Rasa sakit justru sering disebabkan oleh orang-orang di sekitar kita, kenapa? Karena kita cenderung percaya dan menaruk harapan besar pada mereka.

Lalu bagaimana mengobati rasa sakit hati ataupun kecewa?
Setiap orang punya cara masing-masing. Ada yang dengan memaafkan dan melupakannya seolah tak terjadi apapun, ada yang memaafkan namun tetap mengingatnya agar tetap waspada. Ada yang pergi dan menjauh dari pihak yang membuat kecewa.

Rainbow House, Sabtu 1 November 2014
07.05

Warna Warni dalam Rumah Tangga

Seperti biasa, jam segini belum tidur, jadi mendingan ngeBlog aja. Biar lupa penggalauan yang mau ditinggal dinas seminggu. :(

Dari sebelum nikah, saya memang sudah terbiasa selalu bawa bawaan segambreng kemanapun pergi, maksudnya tipe-tipe perempuan yang hobi tas besar karena isinya semua harus lengkap. Apalagi orang tua adalah tipe yang semuanya tuh harus ada. Jadi engga heran setiap kali bepergian apalagi nginep biar cuma berapa hari juga pasti bawa 3 tas barang keperluan masing-masing. Tas saya, tas ibu, dan tas bapak. Apalagi bapak, beliau ini tipe wangi, gerah dikit mandi dan mesti ganti baju. Sehari mandi 3x itu udah biasa. :D

Nah kebiasaan ini yang kadang bikin "bentrok" sama suami. Saya paling engga bisa bawa barang dikit, semua harus lengkap. Jadi engga ada ceritanya "punya sih di rumah tapi engga bawa", ganti baju apalagi side A, side B adalah big No. Suami tuh biasa aja pulang capek, ga ganti baju langsuhg tidur, nah saya biar tengah malam nyampe juga mesti mandi ganti baju.

Sering kejadian suami dinas pasti baju saya bawain banyak udah diurutin dari dinas hari pertama sampai pulangnya, nah suami kadang engga suka, maunya bawa dikit. Ini yang kadang bikin bentrok. Cuma saya mah mikirnya juga ini sebagai salah satu tanggung jawab istri. Kenapa begitu?

Jadi saya pernah nih denger seorang istri bilang "ya ampuun masa Pak X itu bajunya tuh itu terus mana lusuh kayak ga disetrika, ga disetrika apa sama istrinya".

Kejadian itu tuh bikin saya setelah nikah jadi paham. Iya ya bener juga, masa nikah sama engga nikah sama aja, kayak engga diurus, walaupun kita ga tau ya kejadian sebenarnya gimana. Sama seperti  ketika ada anak-anak misal rambutnya rembes, baju kumel, pasti deh ada celetukan "ibunya siapa sih? Ini anak kok kayak engga diurus".

Jadi pelajaran buat saya, syukur sih suami sekarang udah mulai ngerti, dulu namanya baju pergi, baju main, baju tidur sama aja. Sekarang? Alhamdulillah mulai berubah, caranya? Ya kita tau laki-laki paling bete kalau dibawelin terus, jadi ya baju di lemari dipisahin, mana yang buat pergi, mana yang buat tidur, mau mandi disiapin sekalian. :)

Dulu suami protes, katanya kasian sayanya ntar kalau setiap "moment" ganti baju cucian jadi banyak, saya jawabnya "Ayah ga kasian kalau ntar ada yang ngomong itu Pak Banu kok engga kayak diurus istrinya". wkkwkkk...

Makanya sekarang suami selalu nanya "aku pakai baju apa? Ini bajunya udah cukup buat pas pergi?". Dulu suami sering ngeledekin saya udah kayak artis tiap pergi bawaannya banyak sekarang udah mulai nanya cukup engga.

Soalnya bagaimanapun juga yang namanya istri namanya ibu buat saya memang keharusan untuk memperhatikan hal-hal kecil. Kalau dari kecil biasa dengan barang minimalis dengan embel-embel "ntar pinjem aja" itu menurut saya bikin anak jadi engga belajar tanggung jawab sama dirinya sendiri dan jadi tergantung sama orang lain. Tolong menolong, pinjam meminjam engga salah yang salah kalau ya jadi ngandelin orang lain.

Udaah ah ngacapruknya markibo...

Rainbow House, Sabtu 1 November 2014
01:24

 

Ndoroayu's Zone Template by Ipietoon Cute Blog Design