Hampir dua bulan blog ini tanpa tulisan terbaru. Banyak rasa yang terlewat. As a new mom, tiap ada waktu luang lebih baik tidur. Haha
Ok, tulisan kali ini akan menceritakan tentang Bena di tiga bulan pertama usianya.
Satu Bulan
Seperti di tulisan sebelumnya dua kali kontrol ke dsa yang menangani Bena sejak lahir, berat badannya tidak kunjung naik malah turun, usia satu minggu jadi 4,1 kemudian 3,8 dan 3,7. Dsa nya bilang tidak apa-apa dan hanya dibekali vitamin. Meski sebenarnya hati kecil bilang sepertinya memang ada hal yang tidak biasa saya terpaksa mengalah dengan ibu saya untuk tidak kontrol lagi ke RS tempat Bena lahir dengan ganti dokter. Kenapa? Ibu takut Bena nangis-nangis lagi.
Dua Bulan
Sejak pulang dari RS Bena full ASI dan hingga hari ke 26 sejak pulang belum juga BAB padahal dari teori yang saya baca toleransinya 14 hari. Bidan dekat rumah menyarankan untuk kembali ke DSA, lagi-lagi ibu menolak ke Solo ke dsa yang ini saya temui (sejauh itu, saya kontak dsa ini hanya melalui facebook). Berat Bena tak pernah jauh dari antara 3,8-4.00 kg. Saya paksa perah ASI, karena saya lihat Bena seperti kurang puas setelah menyusu, feeling saya juga bilang pelekatannya juga salah, bayangkan Bena bisa 4 jam menyusu. Saya ke dsa kedua, beliau bilang tak apa dan lagi-lagi diberi vitamin.
Hati saya tetap tak enak, saya paksa ibu untuk mau ke Solo, bertemu dengan dsa pilihan saya ini. Blaaarrr, begitu ketemu saya harus stop ASIP saya bukan wanita karir, saya diajari pelekatan yang benar, dan harus banyak makan karena dsa bilang payudara saya kurang ASInya, seminggu lagi harus kontrol.
Daaaaan... Jedaaaarrr!!!! Seminggu kemudian berat Bena turun dari 4,1 ke 3,9 dan dinyatakan gizi buruk, harus opname. Harus sufor untuk mengejar BB nya, kebayang perasaan saya? Saya yang dari jaman sebelum Aish lahir bahkan sebelum saya menikah udah kampanye ASI eksklusif tiba-tiba di usia 2 bulan 1 minggu harus menerima kenyataan Bena diberi sufor. Saya tahu ini indikasi medis tapi perasaan tak rela itu bahkan memicu pertengkaran antara saya dan suami. :'(
Jadi akhirnya Selasa, 30 Juni 2015 Bena masuk PICU, perasaan saya? Campur aduk antara sedih dan takut, kebayang di PICU hanya orang tua kandung pasien yang boleh masuk itu artinya hanya saya yang boleh menunggu, suami di luar kota, eyang tak boleh masuk, saya harus merawat Bena sendiri padahal selama ini saya selalu dibantu ibu dan mbak.
Hari pertama saya sering menangis melihat Bena menangis, apalagi Bena menolak sufor. Bahkan baru beberapa jam di ruang PICU saya mendapat "tamparan" dari seorang perawat.
"Ibu seharusnya sadar kalau mau ASI EKSKLUSIF , lihat bu payudara ibu ini kosong engga ada isinya. Ibu sarjana kan? Harusnya ini (menunjuk ke kepala) ibu jalan, engga bisa memaksakan untuk eklusif"
Saya lupa-lupa ingat perkataan persisnya seperti apa tapi kalimat "ini Ibu harusnya jalan" sambil menunjuk ke kepalanya itu saya ingat betul. Hati saya sakit, entah ini cara Allah ingin membela saya atau bukan, ak berapa lama Bena minta menyusu,menyusu sebelah kiri, selesai menyusui saya berdiri ternyata baju yang sebelah kanan saya sudah basah kuyup kena asi (biasanya kalau kita menyusui payudara sebelah kiri payudara sebelah kanan juga akan mengeluarkan asi), saat itu pula perawat tadi menghampiri saya.
"Kok bisa? Ini nyimpen asinya dimana? Payudara ibu lembek, harusnya yang seperti ini yang payudara kencang".
Reaksi saya hanya diam.
Pun saat para perawat sedikit heboh, karena Bena menolak sufor media apapun, mulai dari gelas sloki, cup feeder, sendok. Selapar apapun dia, semua dia keluarkan, pernah dia sembur, kebayang bayi dua bulan bisa nyemburin sufor?
Saya tahu dari dsa sampai perawat-perawat menyudutkan asi saya yang kurang karena melihat payudara yang tak sekencang payudara busui-busui lain yang habis melahirkan. Tapi ada satu perawat yang menghampiri saya, "Bu coba saya lihat asinya" dan yuup, hal yang selalu terjadi setiap saya mau menyusui, asi saya mancur, ini benar mancur nyemprot seperti air dari slang. "Lho asi ibu ini banyak lho. Wong mancur-mancur gini".
Titik awal inilah yang meruntuhkan anggapan asi saya tak ada, observasi berlanjut, Bena dioral terapi, kata terapisnya daya hisap dan daya telan Bena lemah, Bena dites tiroid. Daya hisap lemah biasanya pada anak hypotiroid.
Saat saya searching tentang hypotiroid, shock dong saya, karena hypotiroid mengarah pada anak down syndrome, tapi secara fisik Bena tidak ada tanda tanda itu. Hasil tes laboratorium keluar, dsa Bena bingung, karena hasil tes labnya tidak masuk akal, menurut teori tidak mungkin seperti itu (FT4 dan TSHS sama-sama tinggi).
Langkah awal tindakan terhadap Bena adalah dipasang slang pada hidungnya untuk memasukkan sufor, oral terapi, dan perbaikan pelekatan menyusui. Awal-awal Bena sering gumoh. Alhamdulillah BB Bena berangsur-angsur naik. Dari 3,9; 3,990; 4,140;4,100; dan 4,340 saat pulang.
Kontrol pertama seminggu kemudian 4,370. Ini bermasalah kenapa? Di rumah sakit kan Bena pakai slang, begitu di rumah pakai oral sama sekali Bena engga mau, sampai akhirnya diakali tidak pakai air putih tapi asi untuk mencampur asinya, ajaib Bena mau. Cuma belakangan saya tidak lagi karena supplier sufor yang dipakai Bena bilang jangan, takutnya nanti kenapa-kenapa. Akhirnya diganti dsa nya pakai untuk bayi prematur yang pemakaiannya memang harus menggunakan asi bukan air.
Kontrol kedua dua minggu kemudian bb Bena 4,790. Alhamdulillah lumayan naik tingkat dari gizi buruk ke kurang gizi. Dsa nya Bena optimis Bena bisa saya yang harus terus semangat dan berjuang. Karena Bena cuma kurus, geraknya tetap aktif, sudah ngoceh-ngoceh, sementara ada pasien dsanya Bena yang keadaannya lebih parah, bayinya sampai susah nafas.
-bersambung
25 Juli 2015