Saya pernah menghabiskan waktu lebih dari tiga tahun dengan orang ini. Dia yang tak ingin saya sebut namanya. Dia adalah kakak kelas saya sewaktu kuliah. Kami memutuskan untuk be more than friend ketika saya semester 2.
Kebersamaan kami telah berakhir kira-kira 4 bulan yang lalu. Ya, saya yang memutuskan untuk mengubah status menjadi we are just friend. Ini pun setelah mengalami putus nyambung, ini adalah ketiga kalinya, dan saya memutuskan inilah yang terakhir. Dua keputusan sebelumnya dia yang memutuskan pilihan itu.
Sekarang ini, friend hanya semacam label saja, karena kenyataanya saya memutuskan kontak, namun perlu dicatat,saya tidak memusuhi. Bukan pula untuk memutuskan jalinan silaturahmi, jika dia sudah bisa menerima saya sebagai teman, seyakin-yakinnya tidak akan mengajak saya menapaki jejak yang pernah dilewati.
Satu yang hingga kini belum terjawab. Hingga saat ini, saya tidak pernah menitikkan air mata, bahkan setetes pun mengenai keputusan saya ini. Dan ketika akhirnya saya menuangkannya dalam tulisan ini pun yang menjadi pertanyaan saya. Kemana kebersamaan kami di masa lalu yang terbingkai dalam kenangan?
Saya merasa seperti sebuah handphone, yang rusak kemudian diperbaiki, namun seluruh file dalam memory-nya hilang.
Itulah saya, kenapa bisa terjadi? Saya pun sampai saat ini masih bertanya-tanya,meskipun tak berusaha mencari. Bagaimana sebuah kenangan bisa tercipta? Itu yang justru mengusik pikiran saya.
Lamanya kebersamaan ternyata tak menjamin saya menyimpannya sebagai kenangan, kasus dalam saya tadi sebagai contohnya. Entahlah,apa ini terlalu dini untuk menyimpulkannya. Semua lenyap, hilang begitu saja. Jadi inget lagunya Dewi Sandra
Sabtu, 30 Oktober 2010
03:23:31
Kebersamaan kami telah berakhir kira-kira 4 bulan yang lalu. Ya, saya yang memutuskan untuk mengubah status menjadi we are just friend. Ini pun setelah mengalami putus nyambung, ini adalah ketiga kalinya, dan saya memutuskan inilah yang terakhir. Dua keputusan sebelumnya dia yang memutuskan pilihan itu.
Sekarang ini, friend hanya semacam label saja, karena kenyataanya saya memutuskan kontak, namun perlu dicatat,saya tidak memusuhi. Bukan pula untuk memutuskan jalinan silaturahmi, jika dia sudah bisa menerima saya sebagai teman, seyakin-yakinnya tidak akan mengajak saya menapaki jejak yang pernah dilewati.
Satu yang hingga kini belum terjawab. Hingga saat ini, saya tidak pernah menitikkan air mata, bahkan setetes pun mengenai keputusan saya ini. Dan ketika akhirnya saya menuangkannya dalam tulisan ini pun yang menjadi pertanyaan saya. Kemana kebersamaan kami di masa lalu yang terbingkai dalam kenangan?
Saya merasa seperti sebuah handphone, yang rusak kemudian diperbaiki, namun seluruh file dalam memory-nya hilang.
Itulah saya, kenapa bisa terjadi? Saya pun sampai saat ini masih bertanya-tanya,meskipun tak berusaha mencari. Bagaimana sebuah kenangan bisa tercipta? Itu yang justru mengusik pikiran saya.
Lamanya kebersamaan ternyata tak menjamin saya menyimpannya sebagai kenangan, kasus dalam saya tadi sebagai contohnya. Entahlah,apa ini terlalu dini untuk menyimpulkannya. Semua lenyap, hilang begitu saja. Jadi inget lagunya Dewi Sandra
Aku mati rasa
Ketika lagu itu muncul dulu,saya sempat bilang, masa’ iya sih bertahun-tahun terus bisa langsung mati rasa, tidak punya rasa apa-apa bahkan menyimpannya sekedar sebagai kenangan. Sekarang saya mengalaminya sodara-sodara. Saya menganggapnya sebagai masa lalu. Hanya itu. Hehehehe… Sabtu, 30 Oktober 2010
03:23:31
gimana kalau kita namakan 'ikhlas'? n__n
BalasHapushehehe boleh :)
BalasHapusabout uno kan nin? tp kok kamu akhir2 ini suka gemesan sih hayoo :D
BalasHapusbukan mas...hihihi..itu tulisan-tulisan beberapa bulan yang lalu yang baru sempat di posting kok.:).
BalasHapus