Jumat, 05 November 2010

Ketika Nasi Telah Menjadi Bubur

Waktu akan terus berjalan maju. Tak mungkin sedetik saja kita bisa mengulangnya. Mau tak mau, suka tak suka, dia akan terus berjalan maju. Meninggalkan berbagai jejak kenangan, bahagia maupun kesedihan. Ada kalanya kita berharap, waktu cepat berjalan, dengan harapan hal yang terburuk  yang sedang dialami segera berlalu pula, ada kalanya kita berharap waktu jangan cepat berlalu karena ingin seperti ini terus, hal ini terjadi saat kita bahagia.
Seringkali kita menyesal karena keputusan di masa lalu, dan berharap waktu akan berjalan mundur. Memperbaiki kesalahan di masa lalu, itulah alasannya. Tak jarang, kita berucap “seandainya saja,waktu itu saya seperti ini”, “andai saja waktu bisa diulang”. Saya akui, saya pun kadang seperti itu.
Lalu, apakah dengan seperti itu kita akan menyelesaikan masalah? Bukankah semua yang terjadi itu akan menjadi sebuah pengalaman. Menyesal dengan apa yang sudah terjadi, nasi telah menjadi bubur, ungkapan seperti itulah yang sering kita gunakan.
Apakah kita akan terus terpuruk menyesali semua yang terjadi, mengharap keajaiban sebuah lorong waktu yang mampu membawa kita ke masa lalu, untuk memperbaiki semua. Lalu darimana kita belajar? Mengapa ketika nasi telah menjadi bubur, tidak kita tambahkan saja kuah kaldu, krupuk,kecap, bawang goreng, daun seledri? Dan jadilah bubur ayam.
Itulah yang sebaiknya kita lakukan, daripada kita terus menerus menyesal, toh mau nangis guling-guling bahkan sampai nangis darah, semua yang terlewat tak kan kembali. Biarkanlah semua yang berlalu menjadi sebuah pengalaman, menjadi sebuah dasar langkah kita selanjutnya.
Jadi, tak perlu menyesal dengan apa yang telah terlewat. Karena terbungkus kenangan indah maupun menyedihkan, semua bias menjadi sebuah pelajaran untuk melangkah ke depan.
Saat hati mengharapkan lorong waktu
KHM No.4, Jumat, 05 Nopember 2010
01:19:40

0 komentar:

Posting Komentar

 

Ndoroayu's Zone Template by Ipietoon Cute Blog Design