Kamis, 30 Desember 2010

Surat untuk Firman

Kawan, kita sebaya. Hanya bulan yang membedakan usia. Kita tumbuh di tengah sebuah generasi dimana tawa bersama itu sangat langka. Kaki kita menapaki jalan panjang dengan langkah payah menyeret sejuta beban yang seringkali bukan urusan kita. Kita disibukkan dengan beragam masalah yang sialnya juga bukan urusan kita. Kita adalah anak-anak muda yang dipaksa tua oleh televisi yang tiada henti mengabarkan kebencian. Sementara adik-adik kita tidak tumbuh sebagaimana mestinya, narkoba politik uang membunuh nurani mereka. Orang tua, pendahulu kita dan mereka yang memegang tampuk kekuasaan adalah generasi gagal. Suatu generasi yang hidup dalam bayang-bayang rencana yang mereka khianati sendiri. Kawan, akankah kita berhenti lantas mengorbankan diri kita untuk menjadi seperti mereka?
Di negeri permai ini, cinta hanyalah kata-kata sementara benci menjadi kenyataan. Kita tidak pernah mencintai apapun yang kita lakukan, kita hanya ingin mendapatkan hasilnya dengan cepat. Kita tidak mensyukuri berkah yang kita dapatkan, kita hanya ingin menghabiskannya. Kita enggan berbagi kebahagiaan, sebab kemalangan orang lain adalah sumber utama kebahagiaan kita. Kawan, inilah kenyataan memilukan yang kita hadapi, karena kita hidup tanpa cinta maka bahagia bersama menjadi langka. Bayangkan adik-adik kita, lupakan mereka yang tua, bagaimana mereka bisa tumbuh dalam keadaan demikian. Kawan, cinta adalah persoalan kegemaran. Cinta juga masalah prinsip. Bila kau mencintai sesuatu maka kau tidak akan peduli dengan yang lainnya. Tidak kepada poster dan umbul-umbul, tidak kepada para kriminal yang suka mencuci muka apalagi kepada kuli kamera yang menimbulkan kolera. Cinta adalah kesungguhan yang tidak dibatasi oleh menang dan kalah.

Hari-hari belakangan ini keadaan tampak semakin tidak menentu. Keramaian puluhan ribu orang antre tidak mendapatkan tiket. Jutaan orang lantang bersuara demi sepakbola. Segelintir elit menyiapkan rencana jahat untuk menghancurkan kegembiraan rakyat. Kakimu, kawan, telah memberi makna solidaritas. Gocekanmu kawan, telah mengundang tarian massal tanpa saweran. Terobosanmu, kawan, menghidupkan harapan kepada adik-adik kita bahwa masa depan itu masih ada. Tendanganmu kawan, membuat orang-orang percaya bahwa kata “bisa” belum punah dari kehidupan kita. Tetapi inilah buruknya hidup di tengah bangsa yang frustasi, semua beban diletakkan ke pundakmu. Seragammu hendak digunakan untuk mencuci dosa politik. Kegembiraanmu hendak dipunahkan oleh iming-iming bonus dan hadiah. Di Bukit Jalil kemarin, ada yang mengatakan kau terkapar, tetapi aku percaya kau tengah belajar. Di Senayan esok, mereka bilang kau akan membalas, tetapi aku berharap kau cukup bermain dengan gembira.
Firman Utina, kapten tim nasional sepak bola Indonesia, bermain bola lah dan tidak usah memikirkan apa-apa lagi. Sepak bola tidak ada urusannya dengan garuda di dadamu, sebab simbol hanya akan menggerus kegembiraan. Sepak bola tidak urusannya dengan harga diri bangsa, sebab harga diri tumbuh dari sikap dan bukan harapan. Di lapangan kau tidak mewakili siapa-siapa, kau memperjuangkan kegembiraanmu sendiri. Di pinggir lapangan, kau tidak perlu menoleh siapa-siapa, kecuali Tuan Riedl yang percaya sepak bola bukan dagangan para pecundang. Berlarilah Firman, Okto, Ridwan dan Arif, seolah-olah kalian adalah kanak-kanak yang tidak mengerti urusan orang dewasa. Berjibakulah Maman, Hamzah, Zulkifli dan Nasuha seolah-olah kalian mempertahankan kegembiraan yang hendak direnggut lawan. Tenanglah Markus, gawang bukan semata-mata persoalan kebobolan tetapi masalah kegembiraan membuyarkan impian lawan. Gonzales dan Irvan, bersikaplah layaknya orang asing yang memberikan contoh kepada bangsa yang miskin teladan.
Kawan, aku berbicara tidak mewakili siapa-siapa. Ini hanyalah surat dari seorang pengolah kata kepada seorang penggocek bola. Sejujurnya, kami tidak mengharapkan Piala darimu. Kami hanya menginginkan kegembiraan bersama dimana tawa seorang tukang becak sama bahagianya dengan tawa seorang pemimpin Negara. Tidak, kami tidak butuh piala, bermainlah dengan gembira sebagaimana biasanya. Biarkan bola mengalir, menarilah kawan, urusan gol seringkali masalah keberuntungan. Esok di Senayan, kabarkan kepada seluruh bangsa bahwa kebahagiaan bukan urusan menang dan kalah. Tetapi kebahagiaan bersumber pada cinta dan solidaritas. Berjuanglah layaknya seorang laki-laki, kawan. Adik-adik kita akan menjadikan kalian teladan!

Senin, 20 Desember 2010

Since I Found You Christian Bautista




(tentang) Pasukan “Garuda di dadaku”


Ngeri!!!
Kata pertama yang terlintas saat melihat para suporter tim Merah Putih di Indonesia. SGBK seperti lautan merah.Satu sisi saya bangga,karena semalam saya melihat pertandingan Malaysia vs Vietnam, para suporter Vietnam tak seheboh suporter Indonesia, kostum yang berwarna-warni. Bandingkan dengan suporter kita, hampir semua berkostum merah, berteriak bersama “ Endonesa” (Indonesia) atau bersama-sama bernyanyi “Garuda di dadaku, Garuda ke banggaanku, ku yakin hari ini pasti menang”. Secara mental, saya yakin sedikit banyak ini pasti mempengaruhi mental lawan. Maka tak heran  jika dikatakan jika bertanding di Indonesia, mereka tak hanya melawan sebelas orang pemain, tapi duabelas orang,karena yang satu adalah para suporter yang bisa dikatakan gila-gilaan mendukung.

Namun, di sisi lain ada kecemasan. Siapkah para suporter ini menerima, jika kalah? BUKAN. Bukan saya mendoakan Indonesia kalah, hanya saja, melihat latar belakang bagaiamana dunia persepakbolaan Indonesia. SIAP MENANG TAK MAU KALAH. Artinya ketika tim idolanya menang mereka bersorak-sorai, namun saat kalah, lebih sering terjadi anarkis. Keonaran yang mereka buat.

Bahkan, saya sempat membaca bahwa mungkin tidak akan diijinkan lagi bertanding di Indonesia jika suporter Indonesia membahayakan, seperti membawa kembang api.Ya, semoga  Indonesia berhasil juara, jadi tidak ada kerusuhan.
Garudaaa di dadaku, Garudaaa keBANGGANku,ku yakin HARI INI pasti MENAAAANG

ENDONESA!!! PROK PROK PROK  PROK PROK!!!
ENDONESA!!! PROK PROK PROK PROK PROK!!!
ENDONESA!!! PROK PROK PROK PROK PROK!!!

*Ini dukung Indonesia apa mau sulap?
Minggu, 19 Desember 2010
17:46:58


Geregetan


Apa kegiatan saya dua hari ini? MANYUN NUNGGUIN SMS. :D
Hahahaha…
Ya… saya mengirim sms dan menelepon orang ini beberapa kali, dan tidak dijawab.
Sampai akhirnya saya update status di jejaring sosial ini baru kemudian dibalas "ga nyuekin kok, Fin". Dan cuma saat itu.

Andai saja ada auto replay,misalnya “Maaf, pemilik nomor yang Anda hubungi sedang tidak memiliki cukup pulsa untuk membalas pesan Anda”, “Maaf pemilik nomor ini sedang marah dengan Anda”, “ Maaf  pemilik nomor yang Anda hubungi lupa membawa telepon genggamnya”, dsb.

Hahahahahaa

Yang jelas bikin geregetan…Ihhh….
*masih manyun nihhh nungguin balesan sms yang tak kunjung tiba.
KHM No.4, Minggu, 19 Desember 2010
17:09:27
 

Selasa, 14 Desember 2010

Kue Lapis Saya

Saya benar-benar merasa hidup saya ini seperti kue lapis. Tak hanya satu warna. Baru kemarin saya bilang saya bahagia, saya bahagia, saya bahagia dan beberapa jam kemudian saya menangis. Dia lagi lagi dia, dia yang telah banyak terlibat dalam hidup saya selama beberapa bulan terakhir ini.

Ya, dia. Dia yang selalu penuh kejutan, dan meskipun sudah sering kejutan itu datang namun entahlah, ini tak membuat saya kemudian terbiasa dengan kejutan-kejutannya. Tetap saja unpredictable. Kali ini seorang kawan memberitahu saya that he wrote “pengen balikan sama dia , kawan saya ini bilang mungkin dia salah lihat. Dan saya kecam adalah kenapa facebook berubah penampilan, ini menyulitkan saya. Geram.

Sampai rangkaian kata ini tercipta, saya belum tahu kebenarannya. Karena pasti saya tak berhak tahu. Hufh.

Meskipun secara de facto, saya tak lebih dari sekedar teman. Namun secara de jure? Apakah dia terlalu bodoh untuk memahami semua ini, atau dia pura-pura terlihat bodoh, acuh terhadap ini. Entahlah. Hanya Dia dan Tuhan yang tahu.

Saya takut kehilangan dia. Satu rasa yang pasti. Dan saya tak ingin kehilangan dia.

KHM No.4, Selasa, 14 Desember 2010
04:06:37

Senin, 13 Desember 2010

Finally

This is it, oh I finally found someone
Someone to share my life
I finally found the one

Yup... akhirnya hari itu, saya berhasil ke kota itu. Dan, lebih dari itu, semesta mengijinkan kami bertemu. Dia yang pernah bilang ingin pergi dari saya karena tak ingin suatu saat menyakiti saya. Ya, Uno. Kami bertemu.
Tak banyak yang kami perbincangkan, diam, tertawa, dan saya lebih banyak cengar cengir.
Sebenarnya tak banyak berbeda dengan hari-hari yang kami lalui selama ini. Selama saya di sana hanya kali itu semesta mngijinkan kami bersama. Hari-hari berikutnya handphone masih jadi media terampuh untuk kami. Telepon dan sms sepanjang hari.
Tak banyak yang bisa saya ungkapkan, tak banyak yang bisa saya gambarkan dan ceritakan namun mungkin benar bahwa  he is nothing special but like no others.
Dia berbeda... dan saya nyaman dengannya.
*Semoga seperti yang saya harapkan. Amin
GSLt4, 13 Desember 2010
11:22:09

O R T H O D O N T I

http://ummul-orthodonti.blogspot.com/

Jumat, 10 Desember 2010

Cemas

Sejak kemarin sore, perasaan ini mendominasi. Khawatir, cemas. Takut kegagalan beberapa waktu lalu terulang lagi. 
Ya... hari ini adalah usaha saya yang kesekian untuk ke kota itu. Saya sangat berharap kali ini Dia mengijinkan saya bertemu. Berharap dia mengabulkan setiap permohonan saya akan kota itu.
*Ku mohon Ya Allah
Entahlah, semua terlihat lebay. Rasanya seperti hendak ujian. Pusing, bolak-balik pipis, mules. Aaaarrgghhh
Doakan saya, kawan... Semoga kali ini saya berhasil.
GS Lt.4, 10 Desember 2010-12-10
14:26:43

Sabtu, 04 Desember 2010

Monita – Kekasih Sejati

Aku yang memikirkan
Namun aku tak banyak berharap
Kau membuat waktuku
Tersita dengan angan tentangmu


Mencoba lupakan
Tapi ku tak bisa
Mengapa… Begini…


Oh Mungkin aku bermimpi
Menginginkan dirimu
Untuk ada disini menemaniku
Oh Mungkinkah kau yang jadi
Kekasih sejatiku
semoga tak sekedar harapku



Bila
Tak menjadi milikku
Aku takkan menyesal
Telah jatuh hati


Semoga tak sekedar harapku..

*lagu untuk dia yang tak bisa saya sebutkan namanya :)

Untuk Lelaki Pertama di Hidupku

Dia adalah lelaki pertama di hidupku
yang mencintaiku, menyayangiku

Dialah adalah lelaki pertama
yang hampir tak pernah memujiku saat aku berhasil

Dia adalah lelaki pertama
Yang tak pernah berhenti mengkritiku bahkan memarahiku saat aku salah

Dia adalah lelaki pertama
Yang menunjukkan cinta dan sayangnya dengan cara yang beda

Dia adalah lelaki pertama
Ya dia adalah Bapak ku

Sabtu, 04 Desember 2010
04:45:06

(tak berjudul)

Sudah pagi lagikah?
Dan di sini saya masih terpaku
Mencoba menerka
Ya Tuhan, apa itu untukku?

Bukan saya tak pernah mencoba
Saya pun sudah mencoba
Berkali-kali mencoba
Namun sekali lagi ini soal perasaan

Logika saya lebih sering tertindas oleh rasa
Rasa yang entah dimana ujung dan pangkalnya

KHM No.4, Sabtu, 04 Desember 2010
04:15:44

Kamis, 02 Desember 2010

(Tanpa Judul)

Saat matahari senja mulai menerobos masuk melalui celah jendela di ruangan tempat saya berada saat ini, pada saat yang sama saya sedang berusaha mengikat sebah keinginan saya. Memasuki dunianya.
Hufh.
Saya hanya bisa menghela nafas.
Kita memang tak pernah lagi bertemu dalam satu dunia. Tapi kamu ada, saya pun ada.
GS Lt.4 Kamis,02  Desember, 2010
16:32:50

Rabu, 24 November 2010

[Membuat ] Hidup [Saya] Sesederhana Facebook

Saya yakin Anda pasti pernah menghadapi situasi rumit. Situasi rumit ini bisa terjadi karena beberapa sebab. Bisa karena memang masalah yang dihadapi begitu kompleks namun tidak jarang sebenarnya kita sendiri yang membuatnya nampak rumit.

Rumit dan tidaknya suatu masalah sebenarnya tergantung darimana kita melihat dan menyikapinya. Kadang (dan lebih sering) masalah yang kita hadapi nampak begitu rumit karena terbungkus kekhawatiran-kekhawatiran yang cenderung berlebihan. Padahal sesuatu yang nampaknya sulit sering kali karena belum dicoba. Perasaan khawatir dan takut lebih menguasai daripada logika.

Ya, seperti saya. Saya termasuk orang yang seperti itu. Mengkhawatirkan hal-hal yang akan terjadi. Waspada dan antisipasi itu perlu, namun jika berlebihan yang terjadi justru seperti ini. Segala sesuatu yang sederhana menjadi ribet dan rumit jika sudah di tangan saya.

Saya sedang berusaha menerapkan hidup itu simpel, sederhana. Sesimpel facebook.

1. CONFIRM
Bertemu dan menerima orang yang memang ingin dimasukan dalam friend list.

2. IGNORE
Bertemu orang yang dikenal maupun tidak dikenal dan tidak ingin dimasukan dalam friend list. Cukup tahu saja

3. REMOVE FROM FRIEND
Duh orang ini mulai mengganggu kehidupan saya. Hehehehe

4. BLOCK THIS PERSON
Orang ini mulai sangat mengganggu. Aarrrghh

5. (Kombinasi) REMOVE FROM FRIEND dan BLOCK THIS PERSON
Adalah orang-orang yang cukup membuat saya menyesal mengenalnya.Kehadirannya sangat mengganggu saya.

Ya… saya sedang berusaha membuat hidup saya sesimpel itu. Diam-diam tetap bergerak. Karena diam saya bukan berarti saya tidak berpikir. Karena DIAM belum tentu TAK
PEDULI.

*saat muak melihat orang-orang suka MEMBUAT keruh keadaan dan orang-orang BERTOPENG.

KHM NO.4, Rabu, 24 Nopember 2010
04:12:25

Selasa, 23 November 2010

Lagi Lagi Dia

Ahh... Lagi-lagi dia lagi-lagi dia...
Siapakah dia?
Dia yang semakin membuatku MALES *catet udah di BOLD,CAPITAL lagi,menunjukkan kejengkelan saya.
Siapakah dia?
Dia yang selalu sotoy, 4L@y, lebay, mengomentari hal-hal yang dia tidak tahu. Menjudge dan menimbulkan masalah baru.
Ahh.. lagi-lagi dia...

Sabtu, 20 November 2010

(Saya hari ini #2)

Saya hari ini

Seperti kapas

Laksana selembar tisu


Mudah terhempas


Saya hari ini

Masih sama seperti waktu itu

Dengan lingkar panda yang tak kunjung menghilang


Saya hari ini

Merasa kembali ke saat itu

Melihat kebahagiaan hanya semacam bayang-bayang


GS Lt4, 19 Nov 2010

15:59:25

Dilarang Bicara

Kejadian ini terjadi sekitar seminggu yang lalu. Pada sebuah web yang sama dimana teman saya pernah menumpahkan unek-uneknya, muncul lagi unek-unek atau lebih tepatnya sebuah pertanyaan yang umum ditanyakan yaitu kejelasan dari sebuah perekrutan “buruh”.

Pertanyaan yang wajar ditanyakan, bagaimana standar penerimaan? Ketika ada kenyataan bahwa ternyata suatu pendaftar tidak memenuhi standar maka pastinya dia tidak bisa menempati jabatan yang dibutuhkan, yang akhirnya posisi itu kosong. Namun, kenyataan menurut si penyampai unek-unek adalah tiba-tiba muncul seseorang yang entah dia akan memenuhi posisi yang kosong yang mana.

Menurut saya pribadi wajar ketika ada orang yang bertanya semacam itu, dan dia juga menyampaikanya pun di tempat yang memang selayaknya seseorang menyampaikan segala unek-uneknya. Saya rasa itu tempat yang tepat daripada berkoar-koar di tempat ga jelas. Ibaratnya jika kita dalam sebuah keluarga, kita merasa tidak nyaman dengan salah satu anggota keluarga kita, kita lebih baik mengkritiknya langsung,bukan menggosip dengan tetangga.

Namun yang terjadi adalah pihak yang bertanggungjawab untuk menjawab pertanyaan si penyampai unek-unek justru merasa si penyampai unek-unek ini kurang ajar, dan merasa itu merupakan bentuk pembangkangan atau apalah. Padahal menurut saya, dari segi bahasa pun si penyampai unek-unek ini menyampaikannya dengan biasa saja tidak ada kalimat penghinaan atau apa. Dan saya yakin tidak sedikit yang memiliki pertanyaan ini, hanya saja mungkin mereka sama seperti saya lebih memilih diam daripada bervokal. Tidak ada penjelasan lebih lanjut, karena dari yang saya dengar salah satu pihak yang bertanggungjawab justru meminta atasan si penyampai unek-unek untuk menegur atas tindakan si penyampai unek-unek.

Saya tidak tahu bagaimana kelanjutannya, yang saya sayangkan,ketika itu sudah muncul di sebuah forum, kenapa tidak dijelaskan secara gamblang. Sudah banyak orang yang membaca, dan dengan berhentinya tanpa kejelasan membuat orang menjadi memiliki spekulasi macam-macam.

Entahlah..

KHM No.4, Jumat, 19 Nopember 2010
00:45:18

(Belajar Kepada) Ikan Salmon

Kali ini saya ingin menceritakan tentang seekor salmon dari teman saya. Jangan membayangkan saya diberi hadiah ikan salmon *apa salmon termasuk jenis ikan yang dipelihara?hihihi atau ditraktir makan ikan salmon *ini sih ngarep. Ini tentang perumpamaan yang dia katakan dan entah dari mana sumbernya.

Minggu kemarin,seperti biasa saya mewek-mewek, kesal, kecewa, dan marah. Saya rasa efek PMS (Pre Menstruasi Syndrome)yang begitu dahsyatnya *doh lebay!!!, saya menelepon teman saya ini, ngobrol kesana kemari, menghilangkan kejengkelan, kemarahan, dan kesedihan, sampai akhirnya kami ngobrol tentang sebuah topik, lingkungan.

Bukan tentang kampanye Go Green, tetapi tentang lingkungan pergaulan kita, lingkungan kerja, lingkungan tempat kita bersosialisasi. Ketika itu saya bercerita, saya suka kesal sendiri, kenapa sih selalu ada orang-orang yang saya sebut penjilat, tukang tipu, dsb. Saya cerita panjang lebar tentang keadaaan-keadaaan yang sering saya lihat, dari hal kecil dan tidak penting sampai hal yang lebih tidak penting lagi. Hehehehe. Contohnya kenapa sih orang itu susah banget mengakui kesalahan, kenapa sih ada orang yang suka “menjilat”, kenapa ada orang yang suka berlindung dibalik jabatan, harta, dan kekuasaan yang dimiliki? kenapa sih orang itu ada yang seperti ini seperti itu?

Dan teman saya menjawab, "itulah hidup". Kenyataan memang seperti itu,yang terpenting kamu bisa jadi ikan salmon. “Ikan salmon?” tanya saya waktu itu.

Jawaban dia, “Iya, ikan salmon, kamu tahu? Ikan salmon itu ikan yang mampu melawan arus, ikan yang selalu berusaha melawan arus saat dia bermigrasi dari laut ke sungai. Seperti sekarang, seandainya kamu berada dalam suatu lingkungan yang kamu tidak nyaman, pertanyaannya, apa kamu bisa merubahnya? Jika belum bisa, setidaknya jangan sampai terbawa arus, jadilah ikan salmon.”

Kalaupun kamu belum bisa merubah suatu keadaan menjadi lebih baik,yang terpenting jangan sampai terbawa arus.
KHM No.4, Rabu, 27 Oktober 2010
1:30:21

Senin, 15 November 2010

Si Pengecut yang Bernyali Ciut

Entah sudah berapa kali, saya menulis sebuah artikel, saya edit, saya perhalus, namun yang terjadi semua malah menjadi absurd. Saya takut apa yang saya tulis berujung sama seperti kasus Prita Mulyasari.
Berulang-ulang, hingga saat ini saya belum berani untuk meng-upload-nya di MP.
Kita hidup di negara yang demokrasi, bebas namun bertanggungjwab. Namun, kenyataannya seperti itukah? Itu yang saya takutkan.
Entah kapan, saya berani mengungkapkannya.
GS Lt.4, Senin, 15 November 2010
08:53:53

Rabu, 10 November 2010

(Saya Hari Ini)

Lihatlah kawan, lingkar mata panda di mata saya telah menjelma menjadi eyeshadow alami. Dampak dari tidur semalam cukup dengan satu jam saja, akibat dari mengalirnya air bening dari sudut mata saya. Tak cukup dengan itu, pagi ini akhirnya saya mampu memasukkan beberapa sendok bubur kacang ijo,akhirnya terisi lagi sejak makan siang kemarin.

Maafkan saya tanpa sadar menyiksa jiwa dan raga.

Kenapa harus menjauh?

Bukankah kita seharusnya seperti lingkaran yang tidak punya titik akhir dan tak berujung.

Kita bukan segitiga dengan 3 titik ujung ataupun segiempat yang mempunyai 4 titik ujung.

GS Lt.4 Rabu, 10 November 2010
07.11

Saya Patah Hati Kawan (Tolong Hiburlah Saya :D)

Saya sedang patah hati kawan. Lihatlah lingkaran mata panda menjadi eyeshadow alami saya pagi ini, dampak dari hanya tidur 1 jam semalam ditambah menangis semalam. Kepala pusing, eneg, badan lemas, akumulasi dari “penyiksaan” saya yang terakhir kali memberi isi perut ini kemarin siang pukul 13.00.
Ya, saya patah hati kawan. Uno, orang yang pertama kali member rasa itu, memtuskan untuk meninggalkan saya. Sakit dan kecewa pasti. Dia hanya mengatakan saya terlalu baik untuk disakiti. Lebih baik sakit sekarang daripada nanti-nanti. Preeett!!!
Teman saya mengatakan, lupakan dia, itu berarti dia telah ada yang memiliki. Tapi sampai saat saya menulis ini, saya belum rela kawan, saya belum ikhlas. I believe that he love me too.
Dia hanya berada di persimpangan, kebimbangan dalam melangkah. Saya akan menunggunya. Karena hanya dia, hanya dia yang mampu menciptakan rasa yang tak terdefinisikan itu.
Saya hanya bisa berdoa, karena pagi ini, tepatnya sejak sebelum shubuh, Ibu menelpon saya dan menasihati “Donga dek, donga. Percaya a Allah bakal ngabulke doámu suatu saat nanti” terjemahannya “Berdoa dek, berdoa. Percayalah Allah akan mengabulkan doamu suatu saat nanti”.
Ibu bilang, kita bebas berdoa apapun kepada Allah, mintalah apapun hanya pada Allah, karena suatu saat nanti Allah akan mengabulkan, mungkin tidak segera, atau secepat yang kita mau, tapi percayalah, cuma Allah yang bisa mengabulkan, termasuk masalah Uno.
Thanks a lot Mom
*there can be miracles when u believe
GS Lt 4, Rabu, 10 November 2010
06:59:47

Selasa, 09 November 2010

Salahkah Aku Terlalu Mencintaimu

Kutatap dua bola matamu.
Tersirat apa yang kan terjadi
Kau ingin pergi dariku.
Meninggalkan semua kenangan
Menutup lembaran cerita
Oh sayangku...
Aku tak mau...
Ku tahu semua akan berakhir
Tapi ku tak rela lepaskanmu
Kau tanya mengapa aku tak ingin pergi darimu
Dan mulutku diam membisu

Salahkah bila diriku terlalu mencintaimu
Jangan tanyakan mengapa
Karena aku tak tahu
Aku pun tak ingin bila kau pergi tinggalkan aku
Masihkah ada hasratmu? tuk mencintaiku lagi
Apakah yang harus aku lakukan?
tuk menarik perhatianmu lagi...
Walaupun harus
Mengiba agar kau tetap disini

Lihat aku duhai sayangku...

*lagi mellow

Logika yang Tersingkirkan

Pagi ini, saya kembali mendapat kejutan. Kejutan yang sungguh membuat saya kenyang seketika. Kenyang dalam artian saya jadi tidak doyan makan.
Itulah saya, yang terlalu melibatkan perasaan daripada logika. Menilai terlalu cepat dengan perasaan, menyingkirkan logika. Padahal sering yang terjadi hanya semata ketakutan saya semata.
*berharap segera berjumpa hari esok dengan kejutan yang indah
Gs Lt 4, Selasa, 9 November 2010
08:24:56

Senin, 08 November 2010

Saya Hari Ini

Hari ini saya kehilangan senyum dan semangat. Akumulasi dari ketidakikhlasan saya dalam menerima hal-hal yang tak ingin saya terima.
Saya sedang membutuhkan ketenangan, saya sedang membutuhkan suasana yang mampu mengembalikan senyum saya.
Bukan saya enggan mencari, tapi saya terlalu pesimis untuk mendapatkannnya.
Saya butuh Anda. Saya sangat sedang membutuhkan Anda untuk menemani saya saat ini.

GS LT4, Senin, 8 November 2010
08:13:20

Jumat, 05 November 2010

The Four Fingerd Pianist (An Inspiring True Story of Hee Ah Lee)


Rating:
Category:Books
Genre: Biographies & Memoirs
Author:Kurnia Effendi
Buku karangan Kurnia Effendi ini menceritakan tentang kehidupan seorang pianis istimewa. Terlalu dini untuk menyebutnya biografi. Buku ini menceritakan mengenai Hee Hee Ah. Seorang pianis yang istimewa,karena dia adalah seorang yang memiliki keterbatasan, secara fisik dia adalah menderita lobster clawn syndrome, kaki-nya pun hanya sebatas lutut, selain itu dia juga mengalami down syndrome.
Lobster clawn syndrome adalah dimana jari Hee Ah Lee hanya berjumlah empat layaknya capit kepiting. Keadaan fisik ini sebenarnya sudah diketahui oleh ibunya, Woo Kap Sun, sejak masih dalam kandungan. Bahkan dokter sempat menyarankan untuk menggugurkan saja. Namun, saran dokter ini ditolak. Setelah menikah selama tujuh tahun dan belum mendapatkan anak, memiliki anak adalah sebuah harapan yang selalu ditunggu-tunggu.
Kebiasaan Ibu Hee Ah yang sering mengkonsumsi obat sakit kepala dan obat flu ketika msih hamil muda, diduga kuat penyebab keistimewaan Hee Ah. Ibu Ahh Lee dulunya adalah seorang perawat yang kemudian menikah dengan Wun Bong Lee, seorang tentara Korea yang kemudian lumpuh karena cedera dalam tugas.
Kelahiran Ahh Lee ini tentu sangat dinantikan ibunya, namun tidak bagi keluarga besarnya, bahkan mereka menyarankan agar dibawa ke panti asuhan, karena keadaannya pasti akan menyusahkan dia sendiri. Namun, Ibu Hee Ah menolak. Bayi mungil, berwajah rembulan itu tetap ingin dia rawat. BAyi mungil itu kemudian diberi nama Hee Ah Lee. Hee berarti suka cita atau kegembiraan, Ah adalah tunas pohon yang terus tumbuh, sementara Lee merupakan nama keluarga. Jadi Hee Ah Lee diharapkan akan terus tumbuh dengan perasaan suka cita seperti tunas pohon.
Perkenalan dengan piano sebenarnya karena keinginan ibunya agar jari-jari Hee Ah mampu digunakan secara maksimal. Piano digunakan untuk semacam terapi, karena hingga usia 7 tahun, dia tidak mampu menggenggam. Keterbatasan Hee Ah, justru tak membuat ia diperlakukan istimewa, ia tetap diperlakukan layaknya anak normal lainnya. Keadaan ini membuat ibu Hee Ah melakukan terapi sendiri dengan piano kecil di rumah. Ia bermaksud melatih jari-jari tangan Hee Ah Lee dengan cara menekan tuts piano. Semacam latihan otot motorik, untuk memperkuat jarinya yang lemah itu.
Lagu pertama yang dipelajari Hee Ah adalah Nabiya Nabiya yang berarti kupu-kupu. Lagu anak-anak di Korea yang sangat mudah di hafal, namun bagi Hee Ah ia harus belajar selama tiga tahun hingga akhirnya dia mampu memainkannya dengan baik dan lancar. Sejak saat itu, hampir tiga belas jam sehari dia berlatih piano. Masa sulit pasti pernah dilewati, seperti ketika Ahh Lee mulai bosan bermain piano, namun semua sudah terlewat.Kini pianis istimewa ini mampu sedikitnya menguasai 17 komposisi lagu, 12 diantaranya repektorar piano klasik.
Buku ini mengajarkan kita untuk mensyukuri keterbatasan yang kita miliki, sebab dengan keterbatasan yang kita miliki itu, kadang kita dapat menyadari setiap kelebihan yang terandung di dalamnya. Karena seorang yang memiliki keterbatasan akan berjuang dan sanggup mengatasinya merupakan kekuatan yang menakjubkan.




Lihatlah Lebih Dekat

Kemarin pagi, seorang teman  meminta saya membaca unek-uneknya di sebuah web.  Inti dari yang ingin dia curahkan adalah tentang adanya perbedaan perlakuan hanya karena perbedaan suatu jenjang pendidikan. Ini terjadi di sebuah tempat dimana saya akan menghabiskan waktu kurang lebih 33 tahun untuk menjadi buruh rakyat.
Untuk menjadi buruh seutuhnya, ada berbagai rangkaian kegiatan yang harus kami lakukan. Inilah salah satu wujud nyata perbedaan itu. Perbedaan itu antara lamanya waktu kami untuk memasuki apa yang dinamakan, prajab. Bukan kami iri, yang menjadi pertanyaan adalah apa yang mendasari perbedaan lamanya waktu,  sedangkan saya sempat melihat materi yang diberikan pun tak beda jauh. Sayangnya, saya tak begitu jeli apakah ada materi yang ditambah atau tidak, seingat saya tidak, namun entahlah karena waktu itu saya hanya sambil lalu. Buku pun sama,beda warna sampul saja nampaknya.
Perbedaan berlanjut, mengenai medcheck, saya pribadi belum mengalaminya. Namun, seorang teman pernah cerita, bahwa akan ada perbedaan tempat. Pendapat teman saya, mungkin untuk menghindari  penumpukkan, lalu kenapa tidak dicampur saja, sehingga tidak menimbulkan “kelas”?
Saya pribadi mengalami berbagai pengalaman yang jujur saja membuat saya minder, hanya karena stempel DIII. Sesama kaum DIII pun, jika sebenarnya sudah punya S1, pasti sedikit banyak berbeda perlakuannya. Apakah suatu jenjang pendidikan akan benar-benar menjamin? Jangankan jenjang pendidikan, jurusan, tempat dimana kuliah itu menjadi semacam kelas tersendiri.
Tak usahlah perbedaan jenjang, ingatkah kita ketika SMA, ada kelas IPA,IPS, dan Bahasa. Yakin  deh, pasti yang namanya IPS itu dianggap kelas buangan. Saya pribadi ketika SMA masuk IPS, dan tak jarang banyak yang bertanya ketika saya masuk IPS “kok masuk IPS, bukan IPA?”, biasanya saya menjawab “memang kenapa kalau saya masuk IPS?salah ya?”. Jujur saja saya suka geregetan, SMA masuk IPA, begitu kuliah masuk jurusan komunikasi, ekonomi, dan sederet jurusan sosial yang lain. Huh ga konsisten!!! *ampuunn bagi yang tersindir. Bukannya apa-apa, kadang kita sudah memandang sebelah mata dulu.
Mengapa kita sering menganggap suatu jenjang pendidikan, suatu jurusan, suatu almamater itu menjadi sebuah dasar untuk menilai seseorang? Yang pasti akan berujung pada perbedaan perlakuan. Halloooo, apakah berarti seorang juara olimpiade matematika, fisika, kimia itu lebih pintar dari seorang pianis misalnya?
KHM No. 4, Jumat, 05 Nopember 2010
02:01:31

Ketika Nasi Telah Menjadi Bubur

Waktu akan terus berjalan maju. Tak mungkin sedetik saja kita bisa mengulangnya. Mau tak mau, suka tak suka, dia akan terus berjalan maju. Meninggalkan berbagai jejak kenangan, bahagia maupun kesedihan. Ada kalanya kita berharap, waktu cepat berjalan, dengan harapan hal yang terburuk  yang sedang dialami segera berlalu pula, ada kalanya kita berharap waktu jangan cepat berlalu karena ingin seperti ini terus, hal ini terjadi saat kita bahagia.
Seringkali kita menyesal karena keputusan di masa lalu, dan berharap waktu akan berjalan mundur. Memperbaiki kesalahan di masa lalu, itulah alasannya. Tak jarang, kita berucap “seandainya saja,waktu itu saya seperti ini”, “andai saja waktu bisa diulang”. Saya akui, saya pun kadang seperti itu.
Lalu, apakah dengan seperti itu kita akan menyelesaikan masalah? Bukankah semua yang terjadi itu akan menjadi sebuah pengalaman. Menyesal dengan apa yang sudah terjadi, nasi telah menjadi bubur, ungkapan seperti itulah yang sering kita gunakan.
Apakah kita akan terus terpuruk menyesali semua yang terjadi, mengharap keajaiban sebuah lorong waktu yang mampu membawa kita ke masa lalu, untuk memperbaiki semua. Lalu darimana kita belajar? Mengapa ketika nasi telah menjadi bubur, tidak kita tambahkan saja kuah kaldu, krupuk,kecap, bawang goreng, daun seledri? Dan jadilah bubur ayam.
Itulah yang sebaiknya kita lakukan, daripada kita terus menerus menyesal, toh mau nangis guling-guling bahkan sampai nangis darah, semua yang terlewat tak kan kembali. Biarkanlah semua yang berlalu menjadi sebuah pengalaman, menjadi sebuah dasar langkah kita selanjutnya.
Jadi, tak perlu menyesal dengan apa yang telah terlewat. Karena terbungkus kenangan indah maupun menyedihkan, semua bias menjadi sebuah pelajaran untuk melangkah ke depan.
Saat hati mengharapkan lorong waktu
KHM No.4, Jumat, 05 Nopember 2010
01:19:40

Raditya Dika, dan hal absurd lainnya

http://radityadika.com/

Rabu, 03 November 2010

HEE AH LEE - an exceptional pianist




Hee Ah Lee seorang pianist yang luar biasa. Dengan keterbatasan yang dimiliki, dia mampu menunjukkan sesuatu yang luar biasa. Sebagai seorang dengan keterbatasan secara fisik dan mental, lobster claw syndrome dan kakinya hanya sebatas lutut, serta down syndrome, dia justru menunjukkan keluarbiasaannya.

Selasa, 02 November 2010

Nisa mufti: Childish vs Kedewasaan

http://nisamufti.blogspot.com/2009/05/childish-vs-kedewasaan.html?showComment=1288689012157_AIe9_BGwqSzl6cmkPiH7b39niAedKclDB9AOWInsUgGLLAvr9vL3jhtXxx88M7e4jn8RO891GOOwfq8ZiSu6tulsQTRPUmYnEFQW2N5g0Qt5cWb3jV13yzwf-C7_yovT4DFHOPdAxkY-GqVXanuOpp5MMyWMBY2cmtkF2LO-lnU9CzqRMe3Qjvu1TlfimMUR9ygXnK97t-1Yds3y8z7zEQA1jj4jitDlZmReSvznPjkMzXgX_JI3CrBhVSvXpxmydrT_-Re_x8ukmaFmCQJywFPn3mr5nMQfNbAypUVVqZNTnKQ-9cqjzgKjyt-dI6GaB1bROmwr14pKXRssh7uxanIUJi3Lh5lco7RyPAh4zIW-CTz9-cZ0uK87EBAiHZNv2D2eJlrs3CDfv0mLdhhiCcnSnDvsc68ALPO5BXWVHmeAA5AhYQrzl-wJRqZ03OsniAdStwca7k3yt37X4v9lCa5XKq4QFI_p59ndQznKcbxGkXaDRCvPiY7yEGdjkpv6WBdc5L5r46eh#c6771928658121827831

Dewi Rieka Poenya Euy


http://dedew80.multiply.com/
MP ini milik pengarang AKD the Series. Salah satu pengarang favoritku *semoga mba Dew ga baca. hihihi. Ceritanya ringan, seru,lucu.

winter sonata - my memory




CoRat CoRet AfiN

Myspace Comments, Glitter Graphics at GlitterYourWay.com

Myspace Layouts

Seperti Menggenggam Pasir

Setiap orang pasti mempunyai keinginan, harapan, cita-cita, bahkan bisa berujung obsesi. Tidak ada yang salah dengan hal tersebut. Keinginan, harapan, cita-cita adalah pemicu semangat kita untuk melakukan usaha.
Tanpa mengetahui tujuan yang hendak dicapai, tanpa tahu arah yang mana yang kita tuju, masihkah kita tetap bersemangat dan melakuakn segala sesuatunya dengan maksimal.
Sering kita mendengar nasihat  “gantunglah cita-citamu setinggi langit”. Saya tahu, ini merupakan motivasi, agar kita punya cita-cita. Tak ada yang salah dengan nasihat tersebut. Namun, kita adalah manusia, puaskah dengan apa yang sudah diraih? Ketika satu-satu cita-cita yang kita gantung di langit tercapai, puaskah kita? Kemudian ada cita-cita lain di langit yng lain, bukankah di atas langit masih ada langit? Hehehehe
Sekali lagi, saya tidak menyalahkan mempunyai cita-cita yang tinggi, cita-cita yang tak hanya satu,namun satu yang saya khawatirkan, bagimana jika semua itu tak lagi menjadi sebuah motivasi, tak lagi menjadi sebuah semangat, namun menjadikan kita sebagai sosok yang ambisius. Ingin meraih ini dan itu, melakukan segala cara untuk meraih ini dan itu.    
Apa yang salah dengan sosok ambisius? Saya menggambarkan *versi ambisius menurut saya, ambisius, memiliki banyak target dan harapan, mungkin tak banyak masalah jika itu hanya melibatkan dirinya, namun jika dalam mencapai satu harapan itu melibatkan banyak orang? menjadi sosok perfeksionis dan idealis.
Saya pikir semakin banyak yang ingin kita capai semakin erat kita genggam, semakin kita berusaha, semakin kita menggebu-gebu. Lalu seperti menggenggam pasir, semakin banyak yang ingin kita ambil, semakin erat yang ingin kita ambil, justru hanya sedikit yang kita dapat.
Lagi dan lagi saya memandang ini dari sudut pandang saya. Idealis itu tidak masalah asal kita masih bisa menggunakan logika dan nalar *mengutip dari pernyataan seorang teman. Kadang kita “terjebak” dengan cita-cita dan harapan yang terlalu muluk, terlalu banyak, yang tanpa sadar menjadikan kita menjadi sosok yang ambisius.

KHM. No.4,Selasa, 02 Nopember 2010
05:14:30

Kamis, 28 Oktober 2010

Rapuh

Saya rapuh
Seperti sebutir pasir
Saya lemah
Laksana daun kering
Tak bisa melawan
Terhempas dan terbawa kemanapun angin membawa

Itulah saya dihadapanMu

KHM No. 4, Kamis, 28 Oktober 2010
19:55:43

jalan-jalan




Rasa

Ini semua tentang rasa
Rasa yang akhir-akhir ini mengusik
Rasa yang baru saya sadari keberadaannya
Rasa yang tak saya ketahui kedatangannya

Rasa yang entah bagaimana menyebutnya
Rasa yang entah bagaimana mendeskripsikannya

KHM No.4, 16 agt '10
21.35

Secangkir Kopi di Kala Hujan

Seperti menikmati secangkir kopi di kala hujan
Mungkin seperti itulah rasanya
Entah apa yang membuatnya nikmat
Rasa pahit kopinyakah?
Rasa manis dari gulanyakah?
Atau perpaduan keduanya?
Karena panasnya yang menghangatkan?
Atau karena dinginnya udara?

Entahlah sulit dijelaskan

Tak mudah dimengerti dan dipahami
Dan memang tak harus dimengerti dan dipahami

Seperti itulah dirimu untukku..

KHM No.4, 16 Agt '10
23.57

Kesepian

di sini
sepi menghampiri
kesunyian menerkam

disini
aku dihanyutkan rasa bosan
diseret arus jenuh
ditenggelamkan kesendirian

KHM No.4, 22 Agt 2010
08:41:55

Perasaan yang Tak Terdefinisikan

Beberapa minggu terakhir hingga saya menulis ini, saya sedang menikmati sebuah rasa. Rasa yang saya ibaratkan seperti saat menikmati secangkir kopi di kala hujan *saya pernah membuatnya dalam ke dalam note di sebuah jejaring sosial, facebook. Rasa yang tak bisa dijelaskan secara gamblang.

Entah apa dan bagaimana menjelaskannya lebih jauh, secara simpel, jatuh cinta mungkin itu kata yang mendekati tepat. Duh jadi malu saya. Saya sendiri lebih memilih kata klik untuk mewakili perasaan itu, ada perasaan nyaman, nyambung, dan apa ya?*haduhh saya malah jadi bingung sendiri menjelaskannya.

Sebut saja namanya, Uno. Saya mengenalnya dalam sebuah kesempatan yang tak pernah saya duga sebelumnya. Ketika pertama kali kami ngobrol, entah bagaimana ceritanya, ada perasaan “kok saya seperti sudah mengenalnya”, klik, atau entahlah, saya merasa dekat. Ya, mungkin perasaan seperti pernah bertemu sebelumnya.

Saya tak berani ungkapan lebih jauh, bagaimana dia dan seperti apa dia*takut ketahuan dia siapa. Hehehehe. Saya malu. Selain itu, saya takut diledekin. Sahabat saya yang saya jadikan tempat saya curhat tentangnya, respon pertamanya “aku belum pernah melihat kamu sebinar-binar ini, dan kamu tahu? Aku mengalami yang kamu alami ini ketika saya SMP”. Hehehehe. Entah apa maksudnya,mungkin puber saya telat. *jiaaahh.

Apa mungkin ini cinta pertama? Apapula itu cinta pertama? Entahlah, saya tidak mau menyebutnya cinta pertama, cinta terakhir *loh jadi seperti judul lagu, atau cinta-cinta yang lain *apalagi Cinta Laura. Saya merasakan nyaman, itu yang pasti. Bagaimana itu bisa? Atau lebih jauhnya seperti apa. Saya pun tidak tahu. Tidak terdefinisikan, mungkin itu kalimat yang tepat.

Seperti kebanyakan orang yang mengalami rasa ini, saya mulai seperti lagunya eyang Titiek Puspa. Seperti berikut

Biar siang biar malam terbayang wajahnya
Biar hitam biar putih manislah nampaknya
Dia jauh aku cemas tapi hati rindu
Dia dekat aku senang tapi salah tingkah
Dia aktif aku pura-pura jual mahal
Dia diam aku cari perhatian

Hehehe sepert itulah yang sedang saya alami. Aduuuhh jadi malu saya. Akun facebook saya sedang deactived, saya sedang mencoba mencari tahu, kira-kira dia sadar tidak, dan kira-kira apakah dia akan mencari saya? Harap-harap cemas.

Setelah berkomunikasi selama beberapa minggu, belum bisa dipastikan bagaimana perasaannya. Saya juga tak berharap dia menjadi yang orang sebut pacar, ya kalau memang Uno ini mempunyai perasaan yang sama, ya lamar saya dong, nikah aja. Hehehehe.

Berdasarkan pendapat sahabat saya, seharusnya “kejujuran” saya secara implisit, Uno ini seharusnya sadar tentang perasan saya. Saya termasuk orang yang ekspresif, tak perlu dijelaskan dengan gamblang,orang akan mengetahui perasaan saya. Apalagi melalui status-status saya di facebook, yang sering ekspresif sekali.

Namun seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, bagaimana definisi perasaan itu tak bisa dipastikan. Duh kok jadi ribet begini ya? Inilah saya, saya yang ingin bercerita tentangnya namun tak ingin diketahui siapa yang sedang saya ceritakan.

Dan hanya satu yang bisa dipastikan, saat saya sedang menulis tentang perasaan ini, saya sambil cengar cengir, senyam senyum ga jelas, ditemani lagu-lagu full of love. Inget umur Fin!!! Hehehehe.

Akhirnya saya berani mengungkapkan semuanya di sini, dan ini bukannya tanpa alasan. Saya berani menuliskan di sini, karena tak banyak teman saya yang tahu saya punya blog ini. Hahahaha.

*Alhamdulillah selesai, ada teka-teki yang terjawab jika jeli membaca tulisan ga penting ini.

KHM No. 4, Rabu, 27 Oktober 2010
21:14:44

Selasa, 26 Oktober 2010

I’m Not A Girl, Not Yet A Woman (Ketika Sebuah Kedewasaan Dipertanyakan)

I'm not a girl,
Not yet a woman.
All I need is time,
A moment that is mine,
While I'm in between
Lagu yang dipopulerkan Britney Spears di tahun 2000an ini sekarang sedang menjadi theme song saya. Ibaratnya jadi lagu wajib saya saat ini. Entah, kenapa kata dewasa akhir-akhir menjadi topik favorit.
Kemarin seorang teman bercerita kepada saya dan kemudian dia menuliskannya dalam sebuah note di jejaring sosial facebook, dia bertanya, “kak apa seumuranku itu ga  boleh suka Mickey Mouse sih?”, saya sudah menebak arah pembicaraan ini akan bermuara pada “ketika sebuah kedewasaan dipertanyakan?”.
Bukan ahli nujum atau cenayang, namun hal yang sama sedang saya alami akhir-akhir ini. Di lingkungan kerja, saya termasuk yang ikutan golongan muda-muda *jiaahh.  Saya baru saja menginjak 23 tahun 8 hari ketika menulis ini. Sedangkan teman-teman saya rata-rata berusia 25 tahun ke atas. Sebenarnya tak ada masalah bagi saya, hanya terkadang risih dan kesal ketika mereka mengatakan “dasar bocah” atau “Sssttt..jangan ngomongin itu, masih ada yang dibawah 25 tahun nih”. Ihh apaan coba?. Pernah juga seseorang bertanya “Afi, anak tunggal ya? Apa anak bungsu?”, ketika itu saya tidak langsung menjawab dan justru bertanya “kenapa?”, dan beliau ini menjawab “ya dari gaya bicara kamu keliatan”.
Sebenarnya bukan hal aneh, dan ini pun bukan hal baru bagi saya. Ketika saya SMA dan dikira masih SMP, ketika itu saya dan Ibu bertemu seorang kawan Ibu, ngobrollah mereka kesana kemari sampai kemudian bertanya, “Anakmu kelas berapa?” tanya beliau, saya menjawab “kelas 2”. Si Tante langsung bilang “waahh sama dong sama anak tante, di SMP 1 ya? Kenal si “ini” ga? *Tante itu menyebutkan nama anaknya. Ibu saya ketawa “dia kelas 2 SMA mbak, bukan 2 SMP”.  Dan kejadian-kejadian seperti itu sering sekali terjadi. Saya menganggapnya biasa, mungkin bagi si Tante dan yang lain, terasa aneh ketika ada anak SMA masih sama Ibunya kemana-mana.
Namun, ini sempat menjadi beban tersendiri ketika saya masuk ke dunia kerja. Dulu mungkin malah bangga ya? Ihh saya  dianggep masih imut doong. *gubrak!!!  Bahkan ketika seorang teman kuliah cerita “kak, aku kesel deh dibilang anak kecil terus” saya justru menjawab “kan enak, berarti imut-imut,lucu, ngegemesin”. Sekarang saya mengalaminya, *karma nih . Kadang saya merasa tak dianggap, diremehkan, dan perasaan-perasaan sejenisnya. Walaupun saya tahu, kadang itu hanya perasaan saja. Namun ketika “stempel” bocah itu melekat seolah-olah ada semacam peringatan “heh bocah, kamu ga berhak!!!”.
Sampai suatu hati saya cerita ke seorang teman, setelah bertanya ke hampir setiap teman dekat saya, “apa saya ini masih terlihat bocah?”. Hampir semua jawaban sama dengan teman saya ini, “kamu memang bocah, tapi luarnya, pembawaan kamu, gaya bicara kamu, memang masih terlihat seperti bocah, ga sesuailah dengan umurmu, tapi secara pemikiran ga bocah-bocah banget kok, ya masih ada sisi childishnya, tapi masih batas wajar kok”.
Seperti tadi pagi, ketika bangun tidur tiba-tiba saya berpikir “iya ya, umur saya itu sudah 23 tahun, tapi kenapa seolah saya masih 21 tahun”. Hehehehe... entahlah. Seandainya dilihat dari segi pergaulan memang saya akui, saya lebih merasa nyaman dengan yang berusia  di bawah saya atau adik kelas, saya merasa nyambung, dan mengerti, kalaupun yang seusia atau di atas saya, saya tanpa sadar “menuntut” mereka menjadi orang yang lebih dewasa daripada saya yang siap mendengar curahan hati, siap memarahi, mengingatkan, dsb.
Sebenarnya, saya tidak membatasi usia untuk menjadi teman saya. Tapi saya baru menyadarinya ternyata memang teman-teman dekat saya rata-rata adalah yang berusia di bawah saya *masih bisa gila bareng soalnya atau bukan satu angkatan (jika itu sekolah dan kuliah). Hehehehe. Dan entah mengapa, jika dengan teman sebaya, saya sering ga nyambung, ga klik, ga ngerti “dunia” mereka. Jadi sering berantem. Yaah, itulah saya.
Saya bertemu seorang teman, usianya di bawah saya, namun jika menurut jenjang pendidikan, angkatan dia di atas saya. Dia pernah bilang “kedewasaan seseorang itu dapat dilihat dari bagaimana dia menyelesaikan masalah”. Ya, kita sering terjebak dengan usia, pembawaan seseorang (bisa dengan cara bicara, caranya bersikap, dsb), gaya berpakaian, hobi, dsb, atau dengan kata lain cover-nya saja  untuk menentukan kedewasaan.
*lt.4 gatsu 52-53, Selasa, 26 Oktober 2010
10:43:14 AM

Senin, 25 Oktober 2010

Ijinkan Aku Mengadu PadaMu

Ya Allah
Ijinkan aku mengadu
Kenapa diriku sering tertipu?
Inikah caraMu menunjukkan padaku
Bagaimana mereka sering memasang muka-muka palsu
Ya Allah
Ijinkan aku berkeluh kesah
Menyampaikan segala resah
Bukannya aku tak pasrah
Aku hanya ingin tak salah arah
Ya Allah
Aku tahu Engkau sedang mengujiku
Dan bukannya aku tak mau
Karena ku tahu, Engkau lebih tahu kemampuanku
Aku hanya ingin bersandar
Bersandar padaMu
KHM No.4, Sabtu, 23 Oktober 2010
09:04:24

Curhatku (Ujian)*

Saat saya sedang menyusun rangkaian kata-kata demi kata untuk membentuk kalimat ini, perasaan saya sedang tak karuan. Ditemani lagu-lagu yang silih berganti di lepito, sambil ngenet, televisi pun dari tadi terus “memandang” saya dengan program yang silih berganti namun saya acuhkan. Saya sedang kacau, itu yang saya rasakan. Homesick, duit tanggal tua tak memungkinkan saya untuk gila-gilaan melupakan kepenatan saya di tempat-tempat biasa saya melepaskan kepenatan saya apalagi untuk pulang kampung, dan mungkin PMS (Pre Menstruasi Syndrom) *saya sadari setelah kemarin menengok kalender.
Perasaan kacau balau ini sebenarnya sudah seminggu ini, diawali ketika saya melakukan sebuah kesalahan, ok, saya salah, tapi perlukah itu menjadi bahan lelocon untuk semua orang, tak bisakah dengan menegur saya tanpa harus merendahkan saya? Saya merasa lebih baik ketika seorang teman mengatakan “life is  for struggle, kamu harus kuat, kejadian seperti itu sudah biasa”, ujian tak berhenti disitu ada seseorang yang memaki saya, mungkin kata yang biasa bagi sebagian orang,tapi bagi saya yang hampir tak pernah mendengar kata-kata kasar seperti itu, sakit sekali rasanya, yang kemudian saya ingat adalah kata-kata Ibu “kamu tidak pernah mendapat kata-kata kasar dari Ibu dan Bapak, kita saling menghormati, makanya kamu sering kaget ketika ada orang bicara kasar atau berbuat kasar, jadikan saja itu pelajaran, agar kamu tidak menjadi jadi orang yang seperti itu”.  Masih berlanjut, dalam waktu tak sampai satu minggu saya merasa dimanfaatkan atau apalah istilahnya, betapa mereka memanfaatkan kepercayaan yang saya berikan, saya merasa ditikam dari belakang, saya dikhianati, saya ditipu mentah-mentah. Astagfirullah,  saya hanya bisa menangis dan beristigfar serta berdo’a Ya Allah jangan sampai aku seperti mereka, kuatkan hatiku dan bukakan hati mereka, hilangkan rasa dendam dan sakit hatiku.
Entahlah, apakah ini kebetulan karena saya sedang terlalu peka *efek PMS, atau memang sedang diuji. Satu yang pasti, saya yakin Allah tidak akan menguji saya di luar batas kemampuan saya, sangat manusiawi jika saya mengeluh *maaf ya Allah. Saya bersyukur ada orang tua dan teman-teman yang selalu mendengarkan setiap keluh kesah saya, menguatkan saya. Hikmah yang saya dapat adalah, lagi dan lagi Allah ingin saya lebih kuat, lebih struggle, tidak pasrah-pasrah saja, dan pastinya saya besyukur Allah menunjukkan seperti apa mereka-mereka ini *maaf, yang saya rasa menggunakan topeng wajah-wajah innocent. Hehehehe
Alhamdulillah, terima kasih ya Allah, Engkau telah memudahkan saya menulis semua ini. Mulai merasa lega itu yang saya rasakan. Semoga dengan ujian-ujian ini saya menjadi lebih kuat lagi, lebih waspada lagi. Amin
*bingung mau dikasih judul apa
KHM No.4, Minggu, 24 Oktober 2010
19:28:04

Kamis, 21 Oktober 2010

2009 TEB Yuna Kim - SP [007 James Bond Medley] US [www.keepvid.com].flv




Air Mata

Air mata, atau mata air? Hehehehe. Saya merasa saya ini ibaratnya pabrik air mata. Begitu dekatnya hubungan kami. Betapa mudahnya saya menitikkan air mata. Bisa karena sedih, miris, namun sayangnya saya belum pernah menangis terharu karena bahagia.
Saya menyadari perasaan saya terlalu peka dan saya ekspresif. Ibu pernah bilang bahwa tanpa mengatakan pun wajah saya bisa mencerminkan seperti apa suasana hati saya. Entahlah mungkin naluri seorang Ibu, namun teman-teman saya, teman yang baru kenal sekalipun bisa menebak dari wajah, dari bahasa tulisan. Tak berbakat berbohong. Bahagia, sedih, marah, panik, malu, semua tercermin dengan jelas.
Begitupun dengan air mata, begitu sering dan cepat meluncur saat sedih dan marah. Terkadang saya melengos melihat para peminta-peminta, pedagang, ataupun siapa pun itu, bukan maksud hati untuk sombong, saya tak tega dan sering menitikkan air mata melihat mereka. Bahkan saat menonton acara televisi dengan stempel reality show, yang saya tahu penuh rekayasa, sering saya sesengukan melihat mereka. Jadi sering malu kalau harus nonton rame-rame, saya sampai sesengukan menangisinya.
Saya sempat berpikir, kenapa saya begitu cengeng? Sedikit-sedikit menangis, sebentar-sebentar menangis. Bahkan untuk hal-ha yang kadang-kadang (mungkin) tidak penting. Bahkan kadang teman bermaksud becanda, saya bisa langsung menangis.
Saya ingin kuat, saya tak ingin mengumbar air mata. Tapi yang terjadi rasanya aneh, ada yang mengganjal, ada yang tertahan. Bahkan ketika saya sedih dan tak bisa menangis *entah mungkin alam bawah sadar seperti memperingatkan “ingat jangan nangis!”, saya berdoa “Ya Allah ijinkan saya menangis”.
Sekarang, saya sedang belajar mengelola air mata ini. Saya tak kan menahannya demi gengsi saya yang tak ingin mendapat stempel cengeng.  Namun, juga belajar untuk menguatkan perasaan saya, agar saya tak mudah merasa tersakiti. Belum nampak memang hasilnya, tapi saya harus terus belajar, menguatkan perasaan.
Tak perlu malu lagi. Tapi juga jangan malu-maluin, dikit-dikit nangis. Hanya perlu mengelolanya. Dan harus bisa tersenyum lagi.
*setelah menangis karena ujian kehidupan selama 2 hari ini
KMH No.4
Rabu, 20 Oktober, 2010
22:32:56

Rabu, 20 Oktober 2010

Pelipur Lara

Hari ini Selasa 20 Oktober 2010 banyak yang menguji kesabaran saya. Tak perlulah saya jelaskan satu per satu. Saya tak ingin melukai mereka-mereka yang sudah melukai saya, jika mereka membaca ini. Cukuplah saya, Allah, dan seorang teman yang saya ajak berbagi yang tahu.
Setelah sepanjang pagi hingga siang, saya berjuang melawan ujian-ujian tersebut, tanpa sengaja saya “menemukan”sebuah note teman SMP saya di sebuah jejaring sosial, yang akhirnya membuat saya membaca hampir seluruh note dia. Subhanallah, inilah caraNya menyembuhkan luka-luka saya sepanjang pagi hingga siang ini melalui teman saya ini.
Saya merasa lebih baik, lebih kuat, meskipun harus saya akui bahwa masih menyisakan luka. Sebuah kalimat yang menguatkan saya adalah “karena jiwa akan roboh jika terlalu sering mengasihani diri sendiri”
Terima kasih kawan, yang sudah bersedia men-tag saya di beberapa note-nya.
Tempatku menghabiskan waktu sepanjang pagi hingga petang, Rabu, 20 Oktober 2010
14:18:34

Mari Menulis

 
Entah sudah berapa kali saya mencoba menjadikan kegiatan ini menjadi sebuah kegiatan wajib saya. Ternyata tak semudah dan selancar yang saya bayangkan. Mencoba membangkitkan kembali semangat menulis, mengabadikan setiap hal yang menarik dalam sebuah tulisan tidak semudah itu.
Beberapakali membuat blog baru, biar tidak bosan, dan lebh sering karena lupa passwordnya. Berapa kali mencoba dan terus mencoba mencariwaktu dan suasana yang seperti apa yang bias membuat saya mau menulis.
Waktu yang menjadi favorit sebenarnya adalah antara tengah malam sampai menjelang pagi.  Pas suasana kos-an sepi. Cuma ditemani Mozzart. Namun sayangnya, kewajiban menjadi buruh rakyat paginya membuat saya tidak bisa setiap hari seperti itu, dan satu hari menghilangkan kebiasaan itu, maka akan berlanjut pada malam-malam berikutnya. Malas untuk kembali menulis.
Dan sekarang ini untuk kesekian kalinya saya mencoba, membuat blog baru, menciptakan suasana yang nyaman yang bisa membuat saya mau menulis kapanpun dan dimanapun *dan tidak hanya terbatas saat tengah malam. Sudah seperti hansip yang tiap malam begadang.
Ya… semoga saja kali ini berhasil. Kalaupun tidak, harus bisa seperti ini setidaknya. Mau kembali menulis. Terus dan terus mau memulai lagi.

KHM No.4, Wednesday, Oktober 20, 2010
5:14:18 AM

 

Ndoroayu's Zone Template by Ipietoon Cute Blog Design