Kamis, 10 Februari 2011

Saatnya Bukan Lagi Menjadi Pintar Tetapi Cerdas berubah menajdi Kenapa ingin menjadi pintar? Bagaimana dengan cerdas?

Sering kita dengar salah satu doa orang tua untuk anaknya “semoga anakku menjadi anak yang pintar…”. Namun jarang kita dengar (bahkan saya belum pernah dengar ataupun mengetahui) ada orang tua yang mendoakan anaknya, “semoga anakku menjadi anak yang cerdas…”.

Mengapa harus pintar? Mengapa bukan cerdas yang menjadi pilihan? Apa bedanya pintar dan cerdas? Pintar itu diperoleh dari proses pendidikan dan harus memiliki kertas pengakuan (ijazah, sertifikat, ataupun lain sebagainya) sedangkan cerdas merupakan hasil dari proses belajar namun tidak memiliki pengakuan otentik.

Lalu apa bedanya proses pendidikan dan proses belajar? Pada proses pendidikan ilmu diperoleh melalui jenjang pendidikan atau bangku sekolah. Sedangkan pada proses belajar, ilmu itu bisa didapat dari mana saja, tidak harus mengecap bangku pendidikan (belajar dari lingkungan sekitar, belajar dari pengalaman, dan lain sebagainya).

Kenyataan yang terjadi, pintar itu pasti mutlak diakui meskipun yang bersangkutan belum atau tidak dapat dikatakan cerdas. Sebaliknya secerdas apapun orang tersebut tidak mutlak diakui, meskipun yang bersangkutan (pada praktiknya) lebih “pintar” dibandingkan yang pintar.

Kemudian karena perbedaan pintar dan cerdas, ada permasalahan yang timbul di sekitar kita. (meskipun tidak semua) sering kali orang yang disebut pintar bertindak arogan kepada orang yang dapat dikatakan cerdas namun tidak pintar, misalnya timbulnya pertanyaan ataupun pernyataan “pendidikan terakhir Anda apa?”, “masa saya yang harus melakukan hal tersebut? percuma saya sekolah tinggi dan mahal”, “Anda kan cuma seorang SMA / sarjana muda / (tinkgkatan pendidikan yang lebih rendah dari lawan bicara), apa bisa melakukannya??”, atau masih banyak yang lainnya.

Kepintaran seseorang memang mutlak diakui karena memiliki nilai berupa deretan angka-angka atau huruf-huruf, jenjang pendidikan, bahkan tempat dimana seseorang itu memperoleh ilmunya. Akan tetapi jangan selalu memandang sebelah mata terhadap orang yang dapat dikatakan cerdas namun tidak pintar. Memang perlu waktu untuk menilai seseorang dapat dikatakan cerdas karena tidak memiliki deretan angka atau huruf untuk menilai layak atau tidak seseorang disebut cerdas.

Menurut apa yang saya amati memang ada hal mendasar untuk membedakan pintar dan cerdas. Apakah itu????? Jawabannya adalah pintar berkata-kata atau bersilat lidah. Kenapa bersilat lidah? Sebagai salah satu contoh, mungkin anda akan sepakat dengan saya jika anda amati tutur kata orang disebut pintar, lalu amati tutur kata dari orang yang anda anggap cerdas.

Malah banyak dari orang cerdas yang bertindak “TALK LESS, DO MORE”, bukan malah “TALK MORE, DO LESS” ,kenapa demikian? Ya karena mereka juga merasa percuma “TALK” karena sering tidak dianggap.

Karena pintar (meskipun tidak/belum bisa dikatakan cerdas) lebih dihargai, dibandingkan cerdas namun tidak pintar. Apakah hal tersebut yang menyebabkan banyak orang ingin menjadi pintar bukan cerdas?

*corat coretku yang telah di"permak"oleh seorang kawan  makasih banyaaaakk!!!

3 komentar:

  1. mungkin analoginya, seperti menjadi tua itu nasib, dewasa itu pilihan
    menjadi pintar, karena kita mengalami masa pembelajaran selama hidup, sedangkan cerdas karena kita bisa menempatkan sesuatu sesuai tempatnya n_n

    BalasHapus

 

Ndoroayu's Zone Template by Ipietoon Cute Blog Design