Sabtu, 08 November 2014

(Menjadi) Ibu Hebat

Saya pernah membaca sebuah tulisan, apa sebenarnya tolok ukur keberhasilan sebagai orang tua? Jawabannya ternyata bukan melihat anaknya sukses menjadi "orang" tetapi kesuksesan sebagai orang tua dapat dilihat dari bagaimana ketaatan anak terhadap Allah.

Lalu bagaimana mendidik amanah-amanah Allah ini agar taat? Cukupkah dengan "ceramah" kita yang menjejali dengan tuntutan "ayoo solat dek", "ayo ngaji dek". Membawa guru ngaji ke rumah, memasukan ke pesantren, atau yang lebih lembut, saat masih kecil jangan dibangunkan waktu shubuh alasannya kasian masih kecil. Tentu lebih efektif jika sedari dini anak-anak kita melihat langsung contoh yang ada, siapa lagi kalau bukan ayah ibunya? Kita sibuk menyuruh anak ke masjid, sementara kita dengar suara adzan jangan-jangan masih leyeh-leyeh di depan tv.

Saya pernah melihat sebuah tayangan di televisi, seorang artis bilang "saya ini bisa dibilang dari keluarga yang religius, tapi dari keluarga yang religius pun saya pernah jadi orang br*ngs*k", begitupun saya baca sebuah cerita beliau dari keluarga yang bisa dibilang kental dengan nilai-nilai agama, bahkan beliau sendiri sudah dipakaikan kerudung sejak usia 3 bulan, tapi beliau bilang benar-benar merasakan nikmatnya berkerudung itu saat SMA.

Cerita-cerita seperti ini kadang membuat saya khawatir, ya Allah sanggupkah hamba kelak menjaga titipanMu dengan amanah? Contoh yang baik, lingkungan yang mendukung saja belum tentu bisa membawa sang anak dekat dengan penciptanya. Karena memang kembali lagi, Dia lah sang pemilik hati, yang mampu membolak balikkan hati semudah membalikkan telapak tangan.

Banyak belajar itu yang sedang saya lakukan sekarang, sebelum benar-benar menghadapi titipan Allah. Belajar dari teman yang sudah "praktek" lansung. Salah satunya Mbak Farda.

Mbak Farda adalah teman saya di odoj. Beliau baru dikaruniai seorang putri, mungkin  kira-kira sekitar 1 bulan usianya. Apa yang membuat saya kagum dan ingin belajar dengan beliau. Dari masa kehamilan sampai melahirkan beliau masih konsisten ngodoj. Yang membuat saya kagum, bahkan beliau kalau tidak salah hanya ijin 3 hari pasca melahirkan, setelah itu tetap baca terjemahan di masa nifasnya. Padahal menjadi ibu baru tentu tak mudah. Baby Blue Syndrome, adaptasi dengan status baru. Tapi Mashaa Allah bahkan laporan pun tak pernah telat.  Saya tanya tipsnya kendalanya. Rasanya... yang ada dalam hati saya cuma bilang " Ya Allah semoga kelak saya pun bisa seperti Mbak Farda". Mbak Farda yang ga bisa lepas dari Anina, anaknya, yang ibarat 5 menit ditinggal udah oek oek. Bahkan sampai ke kamr mandi pun sambil gendong Anina.

Ada lagi, Mbak Fatmah namanya, teman odoj juga. Seorang ibu yang kala itu beranak 3 (sekarang 4), tanpa ART, balitanya masih 3 tahun, kakaknya yang 2 masih SD dua-duanya. Apa yang membuat saya kagum? Setiap hari selalu kholas sebelum Shubuh. Beliau pun hari tertentu masih mengajar.

Ya Allah melihat teman-teman ini rasanya membuat saya betapa PR saya masih banyak sekali yang harus saya siapkan. Semoga Allah memudahkan saya. Aamiin

Jadi catatan saya, Mbak Farda bilang,

"Jangan sampai nikmat dari Allah justru membuatmu lalai pada Allah"

Ketika saya tanya kenapa Mbak Farda masih bisa tilawah padahal baru ada Anina, hati saya tertohok oleh jawaban Mbak Farda. Jadi engga ada alasan saya untuk jadi engga tilawah atau baca terjemahan, lanjut beliau. Saat berjuang itu sulit tapi yang lebih sulit menjaga keistiqomahan kita.

:')

Terima kasih ya Allah, menghadirkan orang-orang di sekeliling saya untuk menjadi guru untuk saya.

Rainbow House, Sabtu 8 November 2014
04:45

0 komentar:

Posting Komentar

 

Ndoroayu's Zone Template by Ipietoon Cute Blog Design