Rabu, 15 Mei 2013

Lelucon yang Tak Lucu


Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu keenam.

Dalam kehidupan sehari-hari terkadang sesuatu yang tak lucu dianggap menjadi bahan lelucon, parahnya terkadang hal tersebut justru jatuhnya melecehkan salah satu pihak. Sudah berapa tayangan di televisi yang mendapat peringatan dari KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) karena lawakan atau bahan becandaannya justru “menghina “ pihak tertentu. Lelucon yang tak lucu, lelucon yang dipaksakan, lelucon yang tak cerdas saya menyebutnya.

Miris, di satu sisi orang tertawa terbahak-bahak sementara di sisi lain ada pihak lain yang memendam rasa sakit atau marah. Tak hanya “lelucon” verbal,  lihat contohnya, ada yang mau duduk kemudian kursi ditarik akhirnya orang yang mau duduk tersebut jatuh kesakitan, yang menarik kursi tertawa terbahak-bahak menganggap itu adalah lelucon, padahal bisa jadi jika saat jatuh terduduk orang tersebut kesakitan atau malah fatalnya bisa mengalami kebutaan.

Ini yang terjadi pada saya, mungkin bagi sebagian orang ini akan dianggap aneh dan bisa jadi bahan becandaan yang sama sekali tak lucu. Saya phobia terhadap buah, hampir semua buah, jijik dan bisa muntah (maaf), jangankan melihat bentuk aslinya, melihat gambarnya saja, atau harus menceritakan detail apa yang membuat saya jijik seperti ini itu membuat kepala pusing dan mual. Sayangnya, karena benda yang saya “takuti” ini tak pada umumnya, saya sering jadi bahan bullyan.

Sebagai contoh, beberapa kali sampai saya dianggap lebay dan menjadi pusat perhatian, karena saya akan menjerit bahkan saat dalam suatu forum resmi yang kebetulan ada snack yang kebetulan ada buahnya, lalu oleh orang lain buahnya sengaja didekatkan ke saya. Ini tidak lucu, kawan!!

Ya, perempuan takut kecoak, takut kodok, takut cacing, takut ketinggian, takut gelap itu masih wajar, tapi takut buah? “ahh becanda lo” mungkin begitu reaksi bagi sebagian orang yang mengetahui.
Saya tidak tahu persis sejak kapan saya takut, jijik, dan apapun itu padanan katanya. Yang saya ingin ketika kecil justru lebih parah, saya melarang orang yang makan buah di dekat saya, saya akan berteria-teriak “buang..buang...”. Entah berapa kali saya hampir muntah (maaf) di kendaraan umum bukan karena saya mabok kendaraan, tapi sering saya melihat sampah-sampah dari BUAH.

Beberapa orang yang hanya sedikit tahu menganggap saya ini tidak suka makan buah, padahal bukan karena tidak suka makannya, saya dengan wujudnya saja sudah takut. Beberapa ada yang menyarankan saya untuk ke psikiater eh atau psikolog untuk menyembuhkan phobia saya. Saya enggan, bukan tak ingin sembuh, tapi rasanya, sudahlah ini kekurangan saya.

Saya melihat di sekitar saya, jangankan takut buah, takut terhadap sesuatu yang dianggap umum saja suka dibuat bahan becandaan. Takut cicak dilempar cicak, takut ular dikasih kado ular-ularan plastik. Please, ini bukan lelucon teman, ini tidak lucu. Pernahkan kalian bayangkan jika ada di posisi kami. Sebatas kaget, menjerit pada saat kejadian mungkin masih wajar, tetapi kadang saya pribadi ya kejadian seperti itu sering terbawa sampai beberapa waktu kemudian, masih terbayang-bayang. Mungkin bagi yang lain ini lelucon, saat lelucon itu sudah berhenti, lantas langsung berhenti pulakah ketakutan kami pada saat itu? Tidak.

Hal ini sama juga ketika  sering kata-kata “autis”. “idiot”, dan kata-kata lain dijadikan bahan becandaan, Jujur saya geram. Pasti sering kan mendengar “duh kalau udah pegang BB jadi autis deh”. Pernahkah kalian membuka mata? Betapa banyak anak autis di Indonesia yang berkarya, jangan identikkan mereka dengan orang yang sepertinya hanya sibuk sendiri tanpa menghasilkan karya ataupun prestasi. Begitupun dengan kata idiot atau kata sejenisnya, hellooo... mereka itu membutuhkan kita, bukan untuk dihina, mereka hanya berkebutuhan khusus yang berbeda dengan kita. Jangan jadikan mereka lelucon atau hinaan. Tak seorang pun kok yang ingin hidup dengan kekurangan, kalau boleh memilih siapa sih yang engga ingin hidup dengan segala kesempurnaan.

So, yuk... jangan jadikan perbedaan yang dimiliki orang lain yang mungkin berbeda dengan keadaan pada umumnya sebagai bahan lelucon untuk dihina.

Rumah Dahlia, Rabu 15 Mei 2013
12:12

gambar dicomot di mari

9 komentar:

  1. :b:
    yep... empati itu penting... *udah gitu doang :)))

    fin.. kl disuruh makan jus, mau gak?

    BalasHapus
  2. mampiiir lagiiiii ...rajin amat yakkk

    itu gak lucu! itu bukan jahil! itu jahat!!!
    *sambil ngacak pinggang*

    BalasHapus
  3. neng: apapun neng... apalagi yg baunya menyengat... keinget wujud aslinya...

    kak isma: hihihiii... lagi seneng nulis kaak...

    eh bener lho kak... itu sering bgt tjd.... liat aja di tv...yang (katanya) acara lawak...

    BalasHapus
  4. Sy nonton lawakan sesekali doang... Ntah krna sy orgx seriusan ato melankolisan (makanya lebih suka nonton india ato korea...hihi)... Gak suka dg gaya lawakan yg pake kontak fisik, hina bentuk fisik, etc....

    BalasHapus
  5. samaaa... tapi saya ga suka india kak kecuali mohabatein soalnya ada biolanya.... :)))

    BalasHapus
  6. itu yg becandax kelewatan si o**a, kayak dia cakep ajah, ihhh...

    BalasHapus
  7. mbak aty:aaaa... iya tuh mbak... duh klo ngerjain atau ngatain orang ya ampuunn...aku pindah channel mbak klo ada dia...

    BalasHapus
  8. Ya, saya juga "eneg" lihat juga becanda yang nggak lucu seperti itu. Nggak kreatif yang ada hanya makin membutakan sikap empati yang sudah nyaris mati di negeri ini.

    Phobia buah, segala macam jenis buah? saya cuma sampai sebatas tak menyukai rasa slah satu buah, tapi nggak sampai segitu takutnya. Yang sabar ya, menghadapi orang-orang yang mengganggap itu lelucon. Semoga segera sadar ;-)

    BalasHapus
  9. kak aisyah: hampir semua....bukan rasa sih...liat wujudnya aja duuh geli...

    kapan ya acara lawak kita bener2 lucu? rasa-rasanya hampir semua sama, hinaan fisk...

    BalasHapus

 

Ndoroayu's Zone Template by Ipietoon Cute Blog Design